Pengelolaan Sampah Di Negara Maju

Pengelolaan Sampah Di Negara-negara Maju

Hisyam Khalid
Artikel

Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktifitas manusia. Setiap aktifitas manusia pasti menghasilkan buangan atau sampah. Jumlah sampah sebanding dengan tingkat konsumsi kita terhadap barang (material) yang kita gunakan sehari-hari. Jenis sampah pun sangat tergantung dari jenis material yang kita konsumsi. Untuk itu perlu dilakukan pengelolaan sampah agar tidak mencemari lingkungan.

Secara umum, jenis sampah dapat dibagi 2, yaitu sampah organik biasa atau dikenal sebagai sampah basah dan sampah anorganik sering sebut sampah kering. Sampah basah adalah sampah yang berasal dari makhluk hidup, seperti daun-daunan, sampah dapur, dll. Sedangkan sampah kering, seperti kertas, plastik, kaleng, botol, besi dll.

Sampah organik dapat terdegradasi membusuk dan hancur secara alami. Sedangkan sampah anorganik tidak dapat terdegradasi secara alami, memerlukan proses berpuluh tahun agar hancur.

Pengelolaan Sampah di Jepang

Semua negara di dunia mengalami masalah sampah, mari kita tengok bagaimana pengelolaan sampah di negara-negara maju. Pertama di Asia, contohnya: di Jepang sangat disiplin dalam mengelola sampah, sangat jauh berbeda dengan Indonesia.

Mereka (Jepang) telah membuat peraturan tentang pengelolaan sampah yang diatur oleh pemerintah kota. Mereka telah menyiapkan dua buah kantong plastik besar dengan warna berbeda, hijau dan merah. Selain kedua kantong plastik tersebut, ada beberapa kategori lainnya, yaitu: botol PET, botol beling, kaleng, batu betere, barang pecah belah, sampah besar dan elektronik yang masing-masing memiliki cara pengelolaan dan jadwal pembuangan berbeda.

Sebagai ilustrasi, cara membuang botol minuman plastik adalah botol PET dibuang di keranjang kuning. Setelah sebelumnya label plastik yang menempel di botol itu kita copot dan penutup botol kita lepas, label dan penutup botol plastik harus masuk ke kantong sampah berwarna merah dan dibuang setiap hari kamis. Apabila dalam label tersebut ada label harga yang terbuat dari kertas, pisahkan label kertas tersebut dan masukkan ke kantong sampah berwarna hijau dan buang setiap hari Selasa.

Selain pengelolaan sampah di rumah, departemen store, convenient store, dan supermarket juga menyediakan kotak-kotak sampah untuk tujuan recycle (daur ulang). Kotak-kotak tersebut disusun di dekat pintu masuk, kotak untuk botol beling, kaleng, botol PET. Bahkan di beberapa supermarket tersedia untuk kemasan susu dan jus (yang terbuat dari kertas). Uniknya lagi, dalam kotak kemasan susu atau jus (biasanya terpisah), terdapat ilustrasi tentang cara menggunting dan melipat kemasan sedemikian rupa sebelum dimasukkan ke dalam kotak. Proses daur ulang tersebut pun sebagian besar dikelola perusahaan produk yang bersangkutan. Hebatnya lagi, informasi tentang siapa yang akan mengelola proses recycle juga tertulis dalam setiap kotak sampah.

Di tempat umum juga menyediakan menyediakan kotak-kotak sampah, biasanya untuk kategori kaleng, beling, dan sampah biasa, seperti di stasiun kereta bawah tanah, shinkansen, pada saat para penumpang turun dari kereta ada petugas yang berdiri di depan pintu keluar dengan membawa kantong plastik sampah besar siap untuk menampung kotak bento dan botol kopi penumpang. Jepang memang punya cara sendiri dalam memperlakukan sampah. Nah, berikut ini adalah infografis tentang rekomendasi pengelolaan sampah:

Infografis PengelolaanPengelolaan Sampah di Eropa

Sementara itu di Eropa dalam mengatasi masalah sampah ini, Komisi Eropa telah membuat panduan dasar pengelolaan sampah yang diperuntukkan bagi negara-negara anggotanya, seperti Belanda, Swedia dan Jerman. Dalam penyusunan panduan tersebut melibatkan pemerintah, pengusaha, dan rakyat masing-masing negara. Lalu, Kebijaksanaan Eropa itu kemudian diterjemahkan oleh parlemen negara masing-masing ke dalam perundang-undangan domestik, yang berlaku untuk pemerintah pusat hingga daerah.

Sampai dengan abad ke-17 penduduk Belanda masih sering melempar sampah di mana saja sesuka hati. Di abad berikutnya sampah mulai menimbulkan penyakit, sehingga pemerintah menyediakan tempat-tempat pembuangan sampah. Di abad ke-19, sampah masih tetap dikumpulkan di tempat tertentu, tapi bukan lagi penduduk yang membuangnya, melainkan petugas pemerintah daerah yang datang mengambilnya dari rumah-rumah penduduk. Di abad ke-20 sampah yang terkumpul tidak lagi dibiarkan tertimbun sampai membusuk, melainkan dibakar. Kondisi pengelolaan sampah di Negeri Kincir Angin (Belanda) saat itu kira-kira sama seperti di Indonesia saat ini.

Kini di abad ke-21 teknologi pembakaran sampah yang modern mulai diterapkan. Teknologi tersebut memungkinkan pembakaran tidak menimbulkan efek sampingan yang merugikan kesehatan. Agar tujuan tercapai, sebelum dibakar sampah harus dipilah-pilah, bahkan sejak dari rumah, hanya yang tidak membahayakan kesehatan yang boleh dibakar. Sampah yang memproduksi gas beracun ketika dibakar harus diamankan dan tidak boleh dibakar. Yang lebih menggembirakan, selain bisa memusnahkan sampah, ternyata pembakaran tersebut juga berfungsi menjadi pembangkit listrik.

Baca juga: Konsep dan Cara Kerja Bank Sampah untuk Menjaga Lingkungan

Pengelolaan Sampah di Swedia

Sementara, pengelolaan sampah di Swedia selalu mengedepankan bahwa sampah merupakan salah satu resources yang dapat digunakan sebagai sumber energi. Dasar pengelolaan sampah diletakkan pada minimasi sampah dan pemanfaatan sampah sebagai sumber energi. Keberhasilan penanganan sampah didukung oleh tingkat kesadaran masyarakat yang sudah sangat tinggi. Landasan kebijakan Swedia, senyawa beracun yang terkandung dalam sampah harus dikurangi sejak pada tingkat produksi. Minimasi jumlah sampah dan daur ulang ditingkatkan. Pembuangan sampah yang masih memiliki nilai energi dikurangi secara signifikan.

Sehingga, Pemerintah Swedia membuat kebijakan seperti: Pengurangan volume sampah yang dibuang ke TPA harus berkurang sampai dengan 70 % pada tahun 2015. Sampah yang dapat dibakar (combustible waste) tidak boleh dibuang ke TPA sejak tahun 2002. Sampah organik tidak boleh dibuang ke TPA lagi pada tahun 2005. Tahun 2008 pengelolaan lokasi landfill  harus sesuai dengan ketentuan standar lingkungan. Pengembangan teknologi tinggi pengolahan sampah untuk sumber energi ditingkatkan.

Baca juga: Buruknya Kebiasaan Buang Sampah Masyarakat Indonesia

Pengelolaan Sampah di Jerman

Sedangkan di Jerman terdapat perusahaan yang menangani kemasan bekas (plastik, kertas, botol, metal dsb) di seluruh negeri, yaitu DSD/AG (Dual System Germany Co). DSD dibiayai oleh perusahaan-perusahaan yang produknya menggunakan kemasan. DSD bertanggung jawab untuk memungut, memilah dan mendaur ulang kemasan bekas.

Berbeda dengan kondisi Jerman 30 tahun silam, terdapat 50.000 tempat sampah yang tidak terkontrol, tapi kini hanya 400 TPA (Tempat Pembuangan Akhir). 10-30 % dari sampah awal berupa ‘slag’ yang kemudian dibakar di insinerator dan setelah itu ionnya dikonversikan, dan dapat digunakan untuk bahan konstruksi jalan.

Cerita menarik proses daur ulang ini datangnya dari Passau Hellersberg adalah sampah organik yang dijadikan energi. Produksi kompos dan biogas ini memulai operasinya tahun 1996. Sekitar 40.000 ton sampah organik pertahun selain menghasilkan pupuk kompos melalui fermentasi, gas yang tercipta digunakan untuk pasokan listrik bagi 2.000 – 3.000 rumah.

Sejak 1972 pemerintah Jerman melarang sistem ‘sanitary landfill’ karena terbukti selalu merusak tanah dan air tanah. Bagaimanapun sampah merupakan campuran segala macam barang (tidak terpakai) dan hasil reaksi campurannya seringkali tidak pernah bisa diduga akibatnya. Pada beberapa TPA atau instalasi daur ulang selalu terdapat pemeriksaan dan pemilahan secara ‘manual’. Hal ini untuk menghindari bahan berbahaya tercampur dalam proses, seperti misalnya baterai dan kaleng bekas oli yang dapat mencemari air tanah. Sampah berbahaya ini harus dibuang dan dimusnahkan dengan cara khusus.

Sumber: abatasa.co.id


Pelatihan Pengelolaan Sampah Terbaru

4.5/5 - (524 votes)