Selamat Datang New Normal, Selamat Datang Kembali Polusi Udara!

Selama masa pandemi Covid-19 membuat polusi udara di sejumlah wilayah mengalami penurunan. Menurut LAPAN, tingkat konsentrasi partikulat (PM10) pada bulan Maret 2020 menurun dibandingkan dengan Maret 2019. Hal tersebut kemungkinan akibat pemberlakuan PSBB dan berbagai industri menerapkan kebijakan kerja dari rumah (WFH) sejak 14 Maret 2020 sehingga berkurangnya aktivitas manusia, kendaraan dan industri.

Di DKI Jakarta sendiri, sejumlah masyarakat melaporkan dari lokasi rumah mereka dapat melihat langit biru dan pegunungan terlihat dari kejauhan. Berdasarkan aplikasi monitoring kualitas udara memang indeks kualitas udara berada pada kategori hijau. Namun, hal tersebut tidak berlangsung lama. Polusi udara tidak mengalami penurunan yang signifikan. Selama 3 minggu masa WFH, indeks kualitas udara berada pada kategori kuning dan oranye.

Lalu bagaimana indeks kualitas udara pada masa kenormalan baru (new normal)?

Menurut data AQI Air Visual, DKI Jakarta kembali berada di peringkat lima besar kota di dunia dengan tingkat polusi tertinggi pada jam-jam tertentu. Pada awal pemberlakuan kenormalan baru tanggal 5 Juni 2020, terjadi peningkatan konsentrasi partikulat PM 2,5. Greenpeace Indonesia melakukan sampling monitoring kualitas udara di Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan, selama 2 minggu di bulan Juni terjadi lonjakan yang signifikan, bahkan di atas baku mutu ambien nasional yaitu 65 µg/m3 per hari. Berdasarkan data, indeks kualitas udara bulan Maret hingga Juni 2020 ini lebih buruk daripada tahun-tahun sebelumnya.

Dapat disimpulkan dari data di atas, masa sebelum PSBB, PSBB, maupun kenormalan baru tidak menunjukkan perbedaan kualitas udara yang signifikan. Kondisi kenormalan baru yang diterapkan pemerintah hanya berlaku untuk adaptasi protokol kesehatan, tapi tidak dapat dijadikan upaya untuk perbaikan indeks kualitas udara.

Walaupun sudah berkurangnya berbagai aktivitas yang dapat menyebabkan polusi udara, nyatanya masih terdapat sumber emisi lain yang luput dari perhatian publik dan Pemerintah. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi kualitas udara di suatu wilayah. Selain aktivitas manusia, kendaraan, dan industri, polusi udara bergantung pada cuaca, arah angin, kepadatan populasi serta intensitas cahaya.

Terjadinya wabah ini, membuat kita sadar, bahwa betapa pentingnya udara bersih. Sebab polusi udara sedikitnya dapat meningkatkan risiko kematian dini. Sebuah penelitian melaporkan bahwa 90% populasi di dunia menghirup udara dengan tingkat polusi yang tinggi. Polusi udara sudah menjadi krisis kesehatan secara global. Sudah sepatutnya kita mengambil langkah untuk menangani masalah ini sehingga kebutuhan udara bersih sedikit demi sedikit akan terpenuhi.

 

Synergy solusi member of Proxsis Group sebagai penyedia solusi di bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), Lingkungan dan Energi mendukung Gerakan Melawan Polusi Udara dengan memberikan solusi dan pelatihan-pelatihan untuk menanggulangi pencemaran udara khususnya yang disebabkan oleh industri-industri.

 

Sumber:

www.greanpeace.org

 

 

 

 

 

Rate this post