Dampak Negatif Penggunaan Energi Fosil dari Sektor Transportasi dan Industri

Dampak Negatif Penggunaan Energi Fosil dari Sektor Transportasi dan Industri

Jumlah penduduk dunia terus meningkat setiap tahunnya, sehingga peningkatan kebutuhan energi pun tak dapat dielakkan. Saat ini, hampir semua kebutuhan energi manusia diperoleh dari konversi sumber energi fosil, misalnya pembangkitan listrik dan alat transportasi yang menggunakan energi fosil sebagai sumber energinya. Secara langsung atau tidak langsung hal ini menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan makhluk hidup karena sisa pembakaran energi fosil ini menghasilkan zat-zat pencemar yang berbahaya.

Pencemaran udara terutama di kota-kota besar telah menyebabkan turunnya kualitas udara sehingga mengganggu kenyamanan lingkungan bahkan telah menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan. Menurunnya kualitas udara tersebut terutama disebabkan oleh penggunaan bahan bakar fosil yang tidak terkendali dan tidak efisien pada sarana transportasi dan industri yang umumnya di kota-kota besar, selain kegiatan rumah tangga dan kebakaran hutan. Hasil penelitian dibeberapa kota besar (Jakarta, Bandung, Semarang dan Surabaya) menunjukkan bahwa kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara.

Secara umum, kegiatan eksploitasi dan pemakaian sumber energi dari alam untuk memenuhi kebutuhan manusia akan selalu menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan (misalnya udara dan iklim, udara dan tanah).

Dampak Penggunaan Energi Fosil

Berikut ini disajikan beberapa dampak negatif penggunaan energi fosil terhadap manusia dan lingkungan:

Dampak Terhadap Udara dan Iklim

Selain menghasilkan energi, pembakaran sumber energi fosil (misalnya: minyak bumi, batu bara) juga melepaskan gas-gas, antara lain karbon dioksida (CO 2 ), nitrogen oksida (NO 2 ),dan sulfur dioksida (SO2) yang menyebabkan polusi udara ( hujan asam, kabut asap dan pemanasan global).

Emisi NO 2 (Nitrogen oksida) adalah pelepasan gas NO 2 ke udara. Di udara, setengah dari konsentrasi NO 2 berasal dari kegiatan manusia (misalnya pembakaran bahan bakar fosil untuk pembangkit listrik dan transportasi), dan sisanya berasal dari proses alami (misalnya kegiatan mikroorganisme yang mengurai zat organik). Di udara, sebagian NO 2 tersebut berubah menjadi asam nitrat (HNO3) yang dapat menyebabkan terjadinya hujan asam.

Emisi SO2 (Sulfur dioksida) adalah pelepasan gas SO2 ke udara yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dan peleburan logam. Seperti kadar NO 2 di udara, setengah dari konsentrasi SO2 juga berasal dari kegiatan manusia. Gas SO2 yang teremisi ke udara dapat membentuk asam sulfat (H2SO4) yang menyebabkan terjadinya hujan asam.

Emisi gas NO 2 dan SO2 ke udara dapat bereaksi dengan uap udara di awan dan membentuk asam nitrat (HNO3) dan asam sulfat (H2SO4) yang merupakan asam kuat. Jika dari awan tersebut turun hujan, air hujan tersebut bersifat asam (pH-nya lebih kecil dari 5,6 yang merupakan pH “hujan normal”), yang dikenal sebagai “hujan asam”. Hujan asam menyebabkan tanah dan perairan (danau dan sungai) menjadi asam. Untuk pertanian dan hutan, dengan asamnya tanah akan mempengaruhi pertumbuhan produksi tanaman. Di perairan, hujan asam akan menyebabkan terganggunya makhluk hidup di dalamnya. Selain itu hujan asam secara langsung menyebabkan rusaknya bangunan (karat, lapuk).

Smog merupakan polusi udara yang disebabkan oleh tingginya kadar gas NO 2 , SO2, O3 di udara yang dilepaskan, antara lain oleh kendaraan bermotor, dan kegiatan industri. Asap dapat menimbulkan batuk-batuk dan tentunya dapat menghalangi jangkauan mata dalam memandang.

Emisi CO 2 adalah pemancaran atau pelepasan gas karbon dioksida (CO 2 ) ke udara. Emisi CO 2 tersebut menyebabkan kadar gas rumah kaca di atmosfer meningkat, sehingga terjadi peningkatan efek rumah kaca dan pemanasan global. CO 2 tersebut menyerap sinar matahari (radiasi inframerah) yang dipantulkan oleh bumi sehingga suhu atmosfer menjadi naik. Hal tersebut dapat mengakibatkan perubahan iklim dan kenaikan permukaan udara laut.

Emisi CH4 (metana) adalah pelepasan gas CH4 ke udara yang berasal, antara lain, dari gas bumi yang tidak dibakar, karena unsur utama dari gas bumi adalah gas metana. Metana merupakan salah satu gas rumah kaca yang menyebabkan pemasaan global.

Batu bara selain menghasilkan polusi (SO2) yang paling tinggi, juga menghasilkan karbon dioksida terbanyak per satuan energi. Membakar 1 ton batu bara menghasilkan sekitar 2,5 ton karbon dioksida. Untuk mendapatkan jumlah energi yang sama, jumlah karbon dioksida yang dilepaskan oleh minyak akan mencapai 2 ton sedangkan dari gas bumi hanya 1,5 ton.

Baca juga: Energi Fosil akan Dorong Pemanasan Global

Dampak Terhadap Perairan

Eksploitasi minyak bumi, khususnya cara penampungan dan pengangkutan minyak bumi yang tidak layak, misalnya: bocornya tangker minyak atau kecelakaan lain akan mengakibatkan tumpahnya minyak (ke laut, sungai atau air tanah) dapat menyebabkan pencemaran perairan. Pada dasarnya pencemaran tersebut disebabkan oleh kesalahan manusia.

Baca juga: Contoh Manajemen Energi Inspiratif: Langkah-langkah Menuju Lingkungan Kerja yang Efisien

Dampak Terhadap Tanah

Dampak penggunaan energi terhadap tanah tidak dapat diketahui, misalnya dari pertambangan batu bara. Masalah yang berkaitan dengan lapisan tanah muncul terutama dalam pertambangan terbuka (Open Pit Mining). Pertambangan ini memerlukan lahan yang sangat luas. Perlu diketahui bahwa lapisan batu bara terdapat di tanah yang subur, sehingga bila tanah tersebut digunakan untuk pertambangan batu bara maka lahan tersebut tidak dapat dimanfaatkan untuk pertanian atau hutan selama waktu tertentu.

4.1/5 - (16 votes)