TRANFORMASI SAMPAH MENUJU ENERGI BERSIH

clean energy
source picture : liputan6.com

Isu sampah menjadi pembicaraan hangat seiring dengan diperingatinya Hari Peduli Sampah Nasional ( H P S N ) pada 21 Februari. Sampah telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita. Setiap hari lazimnya satu manusia menghasilkan sampah, baik berasal dari makanan dan minuman yang dikonsumsi maupun barang-barang yang digunakan. Data World Energy (2012) menunjukkan setiap orang memproduksi sampah rata-rata lebih kurang 1,2 liter per hari. Di sisi lain, Bank Dunia mengungkapkan tiap tahun kota-kota di dunia menghasilkan sampah hingga 1,3 miliar ton.

Diprediksikan pada 2025, jumlah itu akan bertambah hingga 2,2 miliar ton. Di Indonesia, sampah menjadi momok yang meresahkan. Sampah yang identik dengan bau busuk tentu membawa dampak negatif bagi lingkungan hidup. Minimnya kesadaran membuang sampah tak pada tempatnya masih terjadi di sekitar kita. Di sudut-sudut pasar, terutama pasar tradisional, sering kita jumpai bungkusan plastik yang mengeluarkan bau menyengat. Ketika musim hujan datang, tumpukan sampah besar dan kecil memenuhi sungai-sungai di Jakarta dan daerah lainnya. Banjir pun tak terelakkan lagi. Namun, di balik dampak negatif itu, sampah yang dianggap sebelah mata, jika dimanfaatkan dengan benar, bisa menghasilkan sumber energi bersih berupa listrik.

Energi bersih ialah energi yang bisa memenuhi kebutuhan saat ini dan generasi mendatang tanpa terancam kelestarian. Transformasi sampah menuju sumber energi bersih listrik perlu dilakukan untuk kemajuan bangsa ini. Bangsa yang maju dalam manajemen sampah sejatinya perlu memulai strategi dan pemikiran baru untuk mengelola sampah. Kita patut mengapresiasi langkah Presiden Jokowi yang ingin mengembangkan energi listrik berbasis sampah melalui peraturan presiden (perpres) yang menetapkan tujuh kota sebagai pilot project pengelolaan sampah menjadi energi listrik, yaitu Jakarta, Bandung, Tangerang, Semarang, Surabaya, Solo, dan Makassar. Namun, ke depan, hal itu perlu diperluas, khususnya pada setiap wilayah kota/kabupaten yang berdekatan dengan pesisir laut.

Keberadaan sampah tak hanya di darat, tetapi juga di laut. Indonesia yang hendak mengukuhkan diri sebagai poros maritim dunia sudah semestinya menjadikan sampah di laut sebagai isu penting dan perlu mendapat perhatian serius karena jumlahnya kian bertambah seiring dengan modernisasi peradaban. Ocean Conservancy menyebutkan sekitar 8 juta ton plastik lolos ke laut setiap tahun. Jika kondisi itu tak bisa dikendalikan, pada 2025 akan ditemukan sekitar 1 ton sampah plastik di setiap 3 ton ikan yang diambil dari laut. Hasil riset Jenna R Jambeck, et al (2015) dalam jurnal Science menunjukkan kalkulasi data dari 192 negara menyebutkan Indonesia berada di posisi kedua dengan 3,2 juta ton sampah plastik di laut setelah Tiongkok, Filipina, Vietnam, dan Sri Lanka. Dari data itu, pemerintah perlu bersinergi untuk mengatasi persoalan sampah di laut.

Pemberlakuan kebijakan kantong plastik berbayar akan efektif bila dibarengi dengan perubahan gaya hidup masyarakat terhadap lingkungan dan perusahaan plastik mengganti bahan kemasan dengan material yang bisa didaur ulang. Pengembangan energi bersih listrik dari sampah perlu diimplementasikan secara komprehensif di setiap wilayah kota/kabupaten di Indonesia. Pemerintah perlu menyederhanakan regulasi tentang pengelolaan sampah yang selama ini menghambat agar sampah bisa menjadi bersih dan dikelola menjadi sumber energi. Pemerintah, swasta, dan institusi pengelola sampah perlu bersinergi dalam mewujudkan kedaulatan energi, khususnya dari sampah. Penguatan SDM melalui penguasaan iptek di bidang energi baru terbarukan perlu dilakukan secara berkelanjutan. Akhirnya kita berharap Indonesia bisa bersih dari sampah pada 2020 dan target pemanfaatan energi baru terbarukan sebesar 23% di 2025 bisa tercapai di lapangan.

sumber : http://perpustakaan.menlh.go.id/