Kisah Bunga Amarilis, Bunga Yang tumbuh Satu Tahun Sekali

Kisah Bunga Amarilis, Bunga Yang tumbuh Satu Tahun Sekali
source picture : www.kompas.com

Bunga Amarilis di Gunung Kidul selama ini dikenal warga setempat hanya sebagai tanaman gulma. Namun Sukadi (43) melihat bunga ini begitu cantik sehingga dia merawat ribuan tanamannya di pekarangan rumah. Ia merintis mengelola tanaman yang memiliki nama lokal “brambang procot” atau “puspa patuk” ini sejak tahun 2000-an secara kecil-kecilan. Lahan yang berada di sekeliling rumahnya di dusun Ngasemayu RT 13 RW 04, Salam, Patuk, Gunungkidul ini ternyata cocok untuk tanaman bunga tersebut. Setiap tahun pada bulan November atau Desember bunga ini mekar dengan indahnya. Bunga ini mekar dan bertahan hanya sekitar 3 minggu setelah itu layu. Musim mekar bunga itu menarik perhatian pengunjung meski sempat merusak keindahannya.

“Niat saya bisa melestarikan bunga ini. Saya tidak menduga bisa seperti ini, tetapi senang juga, ternyata banyak yang suka. Jadi lebih semangat untuk mengembangkannya,” kata Sukadi ditemui di rumahnya di kecamatan Patuk, Gunungkidul, DIY.

Meski keindahannya berkurang karena kunjungan warga, namun warga yang berkunjung banyak membeli bibit bunga miliknya yang dijual Rp 7.000 per bibit. Selain itu, warga yang berkunjung juga secara suka rela menyisihkan sebagian uangnya. Uang yang terkumpul digunakan untuk pemeliharaan dan pengembangan taman ke depan.

“Tahun depan akan saya tata biar pengunjung lebih nyaman dan tanaman tidak terganggu. Ada tempat buat foto-foto, ada tempat santai mungkin juga untuk kulinernya,” katanya.

“Rasa kecewa ada. Tapi saya kecewanya karena saya tidak bisa menyediakan tempat yang layak untuk yang ingin foto-foto,” ujar Sukadi.

Sukadi juga mengaku tak merasa dirugikan atau marah. Justru dia merasa bunga yang lebih dikenalnya dengan nama bunga Brambang Procot kini sedang menyayangi dia dan keluarganya.

“Ini semua karena saya sayang sama procot. Sekarang saya bisa begini, ketemu dengan orang banyak karena procot,” imbuhnya.

Pria yang sehari-hari berjualan mainan anak-anak keliling ini juga bersyukur karena kini banyak orang yang mengenal bunga kesayangannya.

“Alhamdulillah sekarang sudah banyak yang kenal,” kata Sukadi.

Saling bully terjadi di media sosial setelah kebun bunga Sukadi rusak. Para pengunjung saling menyalahkan. Debat tak berujung itu tak mengembalikan bunga kembali seperti semula. Bunga indah itu kini layu, kebun menanti bibit baru.

source : www.detik.com