Kandungan Berbahaya dalam E-Waste

sumber foto: business-ethics.com
sumber foto: business-ethics.com

Limbah elektronik (electronic waste/e-waste) adalah barang elektronik yang dibuang karena sudah tidak berfungsi atau sudah tidak dapat digunakan lagi. E-waste perlu diwaspadai karena mengandung 1000 material. Sebagian besar dikategorikan sebagai bahan beracun dan berbahaya, seperti logam berat (merkuri, timbal, kromium, kadmium, arsenik, perak, kobalt, palladium, tembaga dan lainnya).

Beberapa limbah B3 dengan paparan risikonya, antara lain;

1. PCBs: banyak digunakan pada bahan plastik, perekat, trafo, kapasitor, sistem hidrolis, ballast lampu, dan peralatan elektronik lainnya. Risiko: persisten di lingkungan, mudah terakumulasi dalam jaringan lemak manusia dan hewan. Mengganggu sistem pencernaan dan bersifat karsinogenik.

2. Arsenik: digunakan dalam industri elektronik, di antaranya pembuatan transistor, semikonduktor, gelas, tekstil, keramik, lem hingga bahan peledak. Risiko: menimbulkan gangguan metabolisme di dalam tubuh manusia dan hewan, mengakibatkan keracunan bahkan kematian.

3. Kadmium: digunakan untuk pelapisan logam, terutama baja, besi dan tembaga. Juga dalam pembuatan baterai dan plastik. Risiko: jika terisap bersifat iritatif. Dalam jangka waktu lama menimbulkan efek keracunan, gangguan pada sistem organ dalam tubuh manusia dan hewan.

Peningkatan konsumsi alat elektronik akan mengakibatkan terjadinya lonjakan e-waste di masa yang akan datang. Di Afrika Selatan dan China, diprediksi akan terjadi lonjakan e-waste hingga 200 – 400 persen pada tahun 2020. Tak terkecuali Indonesia, jika tanpa kendali dipastikan terdapat lonjakan e-waste.

Meningkatnya jumlah limbah elektronik di Indonesia dikarenakan beberapa faktor, antara lain:
(1) Minimnya informasi mengenai limbah e-waste kepada publik;
(2) Belum adanya kesadaran publik dalam mengelola e-waste untuk penggunaan skala rumah tangga (home appliances);
(3) Pemahaman yang berbeda antar institusi termasuk Pemerintah Daerah tentang e-waste dan tata cara pengelolaannya;
(4) Belum tersedianya data yang akurat jumlah penggunaan barang-barang elektronik di Indonesia; serta
(5) Belum tersedianya ketentuan teknis lainnya, semisal umur barang yang dapat diolah kembali.

Menurut data dari UNEP (Program Lingkungan Hidup PBB) secara global e-waste tumbuh 40 juta ton setiap tahunnya. Sampah ponsel dan komputer personal sebagai penyumbang terbesar. Limbah emas dan perak 3%, palladium 13% dan kobalt 15%, setiap tahunnya.

Lonjakan e-waste yang paling sensasional terjadi pada produk telepon seluler (ponsel). Saat ini hampir setiap orang memiliki sebuah ponsel atau bahkan lebih, ini tentu akan mempengaruhi jumlah e-waste yang dihasilkan. E-waste tertinggi berikutnya adalah televisi yang kemudian diikuti oleh kulkas. Artinya bahwa meningkatnya jumlah e-waste terkait erat dengan peningkatan penggunaan alat elektronik yang saat ini sudah menjadi gaya hidup masyarakat dunia.

Secara rerata, volume e-waste terus mengalami peningkatan 3 – 5 % per tahun. Jumlah ini tiga kali lebih cepat dibandingkan dengan limbah jenis lain. Saat ini saja, 5% limbah padat yang dihasilkan dunia adalah e-waste. Jumlah ini hanya bisa disaingi oleh jumlah limbah kantung plastik. E-waste bersifat toksik karena kandungan timbal, berilium, merkuri, kadmium, BFRs (Brominated Flame Retardants) yang merupakan ancaman bagi kesehatan dan lingkungan.

Sumber: ylki.or.id