Cukai Kantong Plastik Diberlakukan, Skema Insentif Disiapkan

sumber foto: mediaindonesia.com
sumber foto: mediaindonesia.com

Pemerintah mengisyaratkan akan memungut cukai dari kantung plastik serta pembungkus mi instan serta memberikan insentif bagi pengguna kemasan yang memiliki sistem daur ulang limbah kemasan plastik sehingga tidak merusak lingkungan.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi pihaknya telah menjalin koordinasi dengan berbagai kementerian dan lembaga milik pemerintah untuk membahas mengenai pengenaan cukai bagi kemasan plastik yang dianggap destruktif terhadap lingkungan.

“Pemerintah akan menyampaikan ke DPR tentang aspek legal, teknis dan operasional dari barang kena cukai baru yaitu kemasan plastik. Setelah disetujui kami akan mulai menerapkan,” ujarnya, Jumat (17/6).

Dia mengungkapkan berdasarkan analisis dari koordinasi antar kementerian dan lembaga, kemasan mi instan, kantung kresek dan botol minuman memiliki dampak destruktif bagi lingkungan karena itu dikenakan cukai sehingga dana hasil pungutan cukai itu bisa digunakan untuk membiayai program pembangunan di bidang lingkungan hidup.

Mengenai tarif cukai untuk objek-objek tersebut, menurutnya, masih perlu dibahas lagi oleh kementerian dan lembaga negara serta asosiasi pengusaha yang menggunakan plastik sebagai pengemas produk.

Khusus untuk kantung kresek, pihaknya memperkirakan pungutan cukai tidak akan melebihi angka Rp200 perlembar kantung karena di beberapa daerah, misalkan DKI Jakarta, telah melakukan pungutan Rp200 untuk penggunaan kantung itu.

Heru mengungkapkan, pemerintah juga akan memberikan insentif bagi pelaku usaha yang memiliki sistem daur ulang kemasan plastik sehingga tidak merusak lingkungan. Insentif itu berupa pengenaan cukai yang jauh lebih rendah dibandingkan tarif normal.

“Tapi kalau perusahaan yang tidak memiliki skema daur ulang bahkan kemasan plastik yang digunakan nyata-nyata merusak lingkungan, maka akan dikenakan tarif cukai secara penuh atau maksimal,” tambahnya.

Berdasarkan rapat konsultasi antara pemerintah dan DPR, objek kena cukai baru itu rencananya akan diterapkan tahun ini karena telah masuk dalam skema RAPBNP 2016. Pemerintah menargetkan penerimaan negara sebesar Rp1 triliun diperoleh dari objek cukai baru ini.

Belum lama ini, Sebanyak 16 asosiasi industri menolak rencana pemerintah mengenakan cukai pada kemasan plastik yang dinilai kian memberatkan kinerja dunia usaha di tengah melemahnya daya beli masyarakat.

Sebelumnya, Rachmat Hidayat, Wakil Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI), mengatakan dampak pengenaan cukai akan mendorong harga produk konsumer di level eceran naik jauh lebih tinggi dibandingkan dengan nilai cukai.

Dia menjelaskan rantai pasokan produk konsumer yang menggunakan kemasan plastik sangat pan jang. Pengenaan cukai akan mendorong kenaikan harga di tiap tahapan distribusi.

“Keluar dari pabrik jatuh ke distributor. Di distributor sudah diperhitungkan cukainya, distributor tentu akan ada yang namanya margin, di situ harganya naik. Distributor teruskan ke grosir yang ada margin juga, mereka perhitungkan harga yang naik tadi oleh mark up cukai, kemudian ke peritel. Peritel tambahkan margin lagi,” kata Rachmat.

Jika dilihat dari struktur penerimaan DJBC sepanjang 2015, sektor cukai menyumbang pendapatan yang cukup signifikan yakni sebesar Rp144,6 triliun atau sebesar 99,2% dari target yang ditetapkan APBNP 2015 yakni sebesar Rp145,7 triliun.

Dari jumlah capaian tahun lalu, Rp96,4% atau setara dengan Rp139,5 triliun berasal dari pungutan cukai rokok, jauh melebihi target APBNP 2015 yakni Rp139,5 triliun.

Sumber: industri.bisnis.com