Bank Sampah Perbaiki Ekonomi Masyarakat

Sumber Foto: payakumbuhkota.go.id
Sumber Foto: payakumbuhkota.go.id

Belakangan ini, masyarakat Indonesia mulai sadar bahwa sampah bukan lagi sebagai sebuah musuh yang harus dihindari, melainkan bisa berubah menjadi berkah yang mampu memperbaiki perekonomian bangsa.

Berbagai macam inovasi pengolahan sampah terus dikembangkan, mulai dari mengubah sampah organik menjadi pupuk kompos, hingga pembentukan bank sampah yang bisa menjadi alternatif untuk mengumpulkan pundi-pundi uang.

Konsep terakhir yang disebut tampaknya tengah bersinar di kalangan masyarakat dalam 4 tahun terakhir dan sedang digarap serius oleh pemerintah supaya bisa menyelesaikan dua persoalan bangsa: kebersihan dan kemiskinan.

Potret keberhasilan dari konsep bank sampah ini dirasakan langsung oleh Erna Bidol, ibu rumah tangga berusia 37 tahun yang saat ini meraup pendapatan tambahan hingga Rp700.000 dari menjual hasil kreasi dari sampah setelah 6 bulan menjadi pengurus Bank Sampah Sukses Abadi di Kelurahan Bara Baraya Selatan, Makassar.

Jumlah tersebut dinilai lumayan dibandingkan sebelumnya yang tidak berpenghasilan sama sekali. “Kami memilah bahan-bahan apa saja yang bisa diolah dari sampah yang ditabung oleh masyarakat, hasilnya bisa dibuat kerajinan tangan dan aksesori yang dijual Rp55.000—Rp250.000,” ujarnya seusai peringatan Hari Peduli Sampah (HPS) Nasional di Makassar, Sabtu, 5 Maret 2016.

Cerita tersebut hanya sebagian kecil dari kesuksesan bank sampah di Makassar yang mampu mengumpulkan omzet lebih dari Rp600 juta dan mere-duksi 700 ton sampah sepanjang tahun lalu.

Hal itu pula yang berhasil menjadikan Ibu Kota Sulawesi Selatan tersebut menjadi kota percontohan pengelolaan bank sampah nasional, dan Makassar menjadi satu-satunya kota di Indonesia yang memiliki regula-si yang mengatur harga sampah dengan pemisahan empat jenis sampah yakni sampah plastik, kertas, logam dan botol kaca.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengakui budaya pemilahan sampah dan menilai sampah sebagai sumber daya perkembangannya sangat pesat. Siti menambahkan sebanyak 23 kota dan kabupaten telah berpartisipasi dalam uji coba penerapan plastik berbayar ini, dan dalam waktu dekat sebanyak 23 kota dan kabupaten di Sulawesi Selatan akan ikut berpartisipasi dalam gelombang kedua.

Dicermati dari data jumlah bank sampah yang tercatat, pada Desember 2014 jumlah bank sampah secara nasional mencapai 2.800 unit dan pada akhir 2015 meningkat hingga 3.900 unit. Begitu pula di Makassar, dari 110 unit pada 2014 meningkat hingga tiga kali lipat pada 2016.

“Bank sampah merupakan gerakan masyarakat bernilai budaya dan ekonomi, karena menciptakan budaya kebersihan dan bisa menghasilkan uang,” paparnya.

Supaya konsep yang mampu memberdayakan masyarakat di kawasan padat penduduk itu bisa lebih bernilai ekonomis, perlu dibentuk sebuah badan usaha dan hal tersebut ditangkap oleh Kementerian Koperasi dan UMKM dengan memberikan izin usaha mikro dan kecil (IUMK) kepada unit bank sampah sehingga jenis usaha ini lebih mudah mendapatkan akses pembiayaan dari perbankan.

GAYUNG BERSAMBUT

Bank gayung bersambut, pihak perbankan pun tak menyia-nyiakan peluang dari bentuk usaha baru ini. Sebagai bentuk partisipasi, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk., menginisiasi penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) kepada delapan unit bank sampah yang beroperasi di Makassar dengan nilai mulai dari Rp5 juta hingga Rp25 juta.

Dengan penyaluran kredit tersebut, diharapkan bank sampah yang dikelola masyarakat bisa meningkatkan skala bisnisnya, sehingga manfaatnya bisa dirasakan lebih luas untuk kebersihan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat di masa depan.

Ya, kendati masih skala terbatas, usaha pengelolaan sampah diharapkan bisa menjadi alternatif strategis dalam penanganan permasalahan sampah di Tanah Air.

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan penanganan sampah seharusnya tidak lagi berorientasi pada pembangunan fasilitas pembuangan yang relatif besar menyerap anggaran tetapi tidak efektif dari sisi manfaat bagi masyarakat.

Menurutnya, transformasi penanganan sampah dengan berorientasi pada pengembangan UMKM berbasis pengelolaan sampah sudah saatnya digencarkan secara masif di Tanah Air agar bisa memberikan manfaat dari sisi perekonomian.

Selain itu, kata Wapres, kementerian terkait bersama dengan kepala daerah diminta segera menindaklanjuti seluruh hasil rapat kabinet terbatas terkait pemanfaatan sampah menjadi listrik, pupuk, biogas dan lainnya.

Hal tersebut bahkan telah dibahas secara berulang dalam rapat terbatas khususnya pengelolaan sampah dengan melibatkan beberapa kepala daerah namun belum tampak pelaksanaannya.

Di sisi lain, penyaluran pembiayaan dari perbankan melalui skema kredit usaha rakyat (KUR) untuk UMKM pengelolaan sampah bisa menjadi momentum penguatan penanganan sampah alternatif.

“Ini sudah bagus, BRI sudah masuk untuk membantu permodalannya. Ke depannya sampah tidak lagi sebagai beban, tetapi jadi teman yang mendatangkan berkah untuk kita,” katanya.

Adapun dalam HPS 2016, wapres menyaksikan peresmian integrasi bank sampah Makassar dengan UKM Lingkungan Hidup Digital Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, penyerahan izin usaha dari Kemenkop dan UKM, serta penandatanganan nota kesepahaman oleh 17 Wali Kota dan Wakil Wali Kota se-Indonesia Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia.

Penandatanganan tersebut sebagai bentuk kerja sama untuk menerapkan uji coba penerapan kantong plastik berbayar demi mengurangi produksi sampah plastik yang sulit didaur ulang.

Di Jakarta, PT Jakarta Utilitas Propertindo (JUP), anak usaha PT Jakarta Propertindo (Jakpro) akan membangun Intermediate Treatment Facility (ITF) di Pasar Induk Kramat Djati guna mengolah sampah menjadi kompos.

Direktur Utama PT Jakarta Utilitas Propertindo, Chairul Hakim mengatakan ITF yang akan dibangun dengan kapasitas 50 ton sampah per hari ini berlokasi di belakang Pasar Induk Kramat Djati.

Chairul mengatakan bahwa pihaknya berencana menggunakan lahan milik Dinas Pertamanan dan Pemakaman Provinsi DKI Jakarta seluas 3.600 meter persegi yang ada di belakang pasar tersebut.

Pihaknya mengatakan bahwa pembangunan ITF tersebut dimaksudkan sebagai salah satu solusi mengatasi persoalan sampah yang ada di Ibukota saat ini di mana volumenya semakin hari semakin banyak, terutama untuk lingkungan pasar.

“Karena mayoritas komoditas di Pasar Induk Kramat Djati adalah sayur-sayuran dan buah-buahan, maka hasil pengolahan sampah akan berbentuk bio energi dan kompos. Hasilnya ini kami berikan gratis kepada Dinas Pertamanan dan Pemakaman untuk dijadikan pupuk.”

Sumber: tempo.co