8 Perusahaan Diproses Hukum Karena Cemari Citarum

limbah-industri

Dari 35 perusahaan di Kota Cimahi yang disengketakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan karena terindikasi melakukan kerusakan lingkungan, sebanyak 8 perusahaan masih menjalani proses penyelesaian di luar pengadilan (nonlitigasi). Guna mendukung program Citarum Bestari (bersih, sehat, indah, dan lestari), kalangan industri diimbau supaya lebih sadar akan lingkungan.

“Sekarang sedang diproses di pemerintah pusat, datanya ada di Kantor Lingkungan Hidup. Ada 8 perusahaan, kalau tidak salah. Kedelapan perusahaan itu yang sedang diproses secara hukum,” kata Sekretaris Daerah Kota Cimahi Muhammad Yani seusai acara sosialisasi dan koordinasi Citarum Bestari di Aula Gedung A Kompleks Pemkot Cimahi, Jalan Raden Demang Hardjakusumah, Kamis 20 Oktober 2016.

Menurut dia, seluruh pihak mesti berkomitmen untuk mewujudkan Citarum Bestari, termasuk kalangan industri. “Memang secara faktual kan kita sering lihat limbah di sungai, walaupun tidak tahu kapan dan siapa yang membuangnya. Akan tetapi, di aliran sungainya kan nyata sekali. Airnya hitam, bau, dan muncul sedimen,” tuturnya.

Yani mengatakan, di Cimahi terdapat lima sungai yang mengalir ke Citarum. Kelima sungai itu harus terkelola dengan baik, sehingga berkontribusi terhadap keberhasilan program Cimahi Bestari. Menurut dia, seluruh lapisan masyarakat harus mengubah pola pikir dalam menjaga kebersihan sungai.

“Selama ini masyarakat seolah-olah punya kewajiban membersihkan sungai, pemerintah daerah juga. Itu harus diubah mindset-nya menjadi kebutuhan. Bahwa sungai itu butuh dibersihkan, karena seperti Ibu Wali Kota katakan, sungai ini bisa menjadi sumber kehidupan,” tuturnya.

Wali Kota Cimahi Atty Suharti mengatakan, kegiatan sosialisasi dan koordinasi Citarum Bestari diadakan dengan maksud untuk melibatkan seluruh stakeholder untuk bersama-sama menjaga kebersihan sungai di Cimahi. Menurut dia, kebersihan sungai dapat menunjang kebutuhan masyarakat akan sumber air bersih.

“Bahwa sungai ini bisa mempunyai fungsi atau manfaat yang bisa kita pergunakan sebagai sumber kehidupan. Kami sudah buktikan bahwa sungai ini kan sudah kita manfaatkan sebagai air bersih. Sudah kami kelola, bahkan saya juga menugaskan kepada satuan kerja perangkat daerah untuk mencari sumber-sumber air lain,” kata Atty.

Sementara itu, Kepala KLH Kota Cimahi Ade Ruhiyat mengatakan, kedelapan perusahaan itu belum selesai menjalani proses di luar pengadilan sejak 2012. “Itu perusahaan yang diproses tahun 2012. Saat itu, kalau tidak salah, ada 35 perusahaan yang diproses. Yang 10 perusahaan sudah selesai, yang 14 perusahaan dinyatakan tidak melakukan kerugian lingkungan, sedangkan yang 8 perusahaan masih diproses,” kata Ade.

Menurut dia, kesepuluh perusahaan yang sudah selesai disengketakan itu diharuskan membayar denda dengan jumlah tertentu, yang uangnya masuk ke kas negara. “Yang jadi persoalan di daerah, ketika kena denda uangnya masuk ke kas negara, jadi tidak bisa digunakan pemerintah daerah untuk me-recovery kerusakan lingkungan yang dilakukan,” tuturnya.

Ade enggan memaparkan nama-nama perusahaan yang terindikasi melakukan kerusakan lingkungan. Akan tetapi, dia menyebutkan, perusahaan-perusahaan itu sebagian besar merupakan perusahaan tekstil. “Kalau untuk data yang terbar belum adau, jadi masih yang lama itu kami pantau terus. Kami juga tetap melakukan pembinaan ke pihak perusahaan,” katanya.

Dia menjelaskan, pihaknya memiliki keterbatasan secara anggaran maupun personel untuk melakukan pengawasan terhadap ketertiban perusahaan dalam mengelola limbah. Pengawasan limbah justru dilakukan oleh pihak perusahaan dengan melakukan pengecekan di labolatorium yang terakreditasi.

“Jadi sifatnya swapantau, perusahaan itu melaporkan secara priodik tentang parameter-parameter yang dibutuhkan. Kalau semuanya dilakukan oleh kami, bisa dibayangkan berapa besar anggaran yang dibutuhkan. Di Cimahi itu kann ada banyak perusahaan dan kerusakan lingkungan bukan cuma dari limbah,” katanya.

Sumber Berita: pikiran-rakyat.com