YLKI Sarankan Pemerintah Naikkan Tarif Listrik

Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) kian getol mencabut subsidi di bidang energi, termasuk di sektor ketenagalistrikan. Pemerintah akan mencabut subsidi listrik untuk 23 juta pelanggan golongan 450-900 Volt Ampere (VA) dan dimulai per 1 Januari 2016.

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi mengkritisi kebijakan tersebut. Dia menyoroti rencana pemerintah mengonversi pengguna listrik 450-900 VA menjadi pengguna listrik non subsidi 1.300 VA, jika tidak mengantongi kartu miskin atau masuk golongan rentan miskin.

“Kebijakan ini harus ditolak apabila cuma jadi kedok terselubung bagi pemerintah dan PT PLN untuk menerapkan tarif listrik berdasar mekanisme pasar, atau tarif otomatis (adjustment tariff),” ujarnya di Jakarta

Selama ini, ia menjelaskan, tarif tersebut sudah diterapkan pada golongan 1.300 VA ke atas. Jadi, dengan mengonversi golongan 450-900 VA, dianggap Tulus, merupakan niat terselubung pemerintah untuk penerapan tarif mekanisme pasar.

“Ini model tarif yang sangat pro pasar, dan tidak menjadikan kepentingan publik sebagai dasar kebijakan. Tapi kepentingan pasar yang dikedepankan. Secara ekstrem, ini bisa menjadi tarif yang inkonstutisional, karena menjadikan peran negara tidak ada,” tegas Tulus.

Ia justru menyarankan agar pemerintah menaikkan tarif listrik pada pelanggan golongan 450-900 VA secara bertahap demi menekan anggaran subsidi listrik tahun depan.

“Ini lebih efektif, karena toh penghematan subsidinya juga akan signifikan, dan tidak memberatkan masyarakat pengguna 450-900 VA. Menaikkan tarif 450-900 VA cukup rasional, karena tarif golongan ini belum pernah disesuaikan sejak 2003,” paparnya.

Saran lain, kata Tulus, pemerintah bisa menggratiskan konsumsi listrik masyarakat yang benar-benar miskin dan masuk pelanggan golongan 450 VA. Namun tetap memberikan batas maksimum pemakaian kWh per bulannya.

“Model seperti ini bisa dicontoh dari Afrika Selatan, yang menggratiskan listrik pada rumah tangga miskin, jika pemakaiannya kurang dari 30 kWh per bulan. Kelebihan dari 30 kWh akan dikenakan tarif progresif,” terangnya.

YLKI pun menolak penyaluran subsidi untuk golongan 450-900 VA yang termasuk kategori miskin atau rentan miskin melalui uang tunai karena berpotensi disalahgunakan. Sebagai contoh, untuk beli pulsa atau rokok.

“Kalau seperti ini niat pemerintah untuk melindungi masyarakat miskin tidak akan tercapai. Sedangkan beban pemakaian listriknya akan sangat berat karena terjadi kenaikan lebih dari 100 persen dari pemakaian awal,” pungkas Tulus.

sumber : www.liputan6.com

Rate this post