Investasi Energi Terbarukan Di Kabupaten Terkendala Modal

Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Nusa Tenggara Timur Boni Marisin mengatakan investasi sektor Energi Baru Terbarukan (EBT) di daerah kabupaten/kota masih terkendala modal.

“Sebelumnya beberapa pengusaha sudah menghubungi pemerintah untuk melakukan investasi ETB di daerah namun masih dalam proses karena ada kendala modal,” katanya kepada Antara di Kupang, Rabu (24/8/2016).

Dia mengatakan, daerah-daerah di provinsi berbasis kepulauan itu banyak memiliki potensi untuk pengembangan EBT bersumber dari angin, arus laut, mikrohidro, tenaga surya, namun sejauh ini belum banyak pengusaha yang melirik berbagai sektor tersebut untuk berinvestasi karena memerlukan dukungan modal yang cukup banyak.

“Kalau untuk pengusaha asing bisa saja namun untuk pengusaha lokal dengan dukungan modal yang belum memadai akan sulit berinvestasi di bidang listrik,” katanya.

Dia mencontohkan, pengembangan EBT yang akan dilakukan oleh investor asing dari perusahaan Tidal Bridge di Belanda yang sudah menandatangani nota kesepakatan dengan pemerintah untuk membangun turbin listrik dari arus laut di Selat Larantuka Kabupaten Flores Timur.

Namun demikian, lanjut Boni, pemerintah tetap berupaya mendorong para pengusaha untuk melakukan investasi EBT karena potensi daerah sudah tersedia.

“Peluang investasi terbuka bagi pengusaha sehingga pemerintah tetap mendorong pihak swasta untuk menanamkan modalnya,” katanya.

Dia mengatakan, saat ini pengembangan EBT dilakukan di berbagai pulau sesuai dengan potensi yang ada di masing-masing daerah.

Misalnya pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di Ulumbu, Kabupaten Manggarai dan Mataloko di Kabupaten Ngada.

Dalam tahun 2016 ini, lanjut dia, Dirjen EBT dari Kementerian ESDM juga mengadakan proyek pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di tiga Kabupaten Alor, Manggarai Barat, dan Rote Ndao.

“Sementara di Kabupaten Timor Tengah Utara sedang dikaji untuk pembangunan pembangkit tenaga angin,” katanya menambahkan.

Menurut dia, upaya pengembangan EBT tersebut untuk memenuhi kebutuhan energi listrik untuk masyarakat, di sisi lain dapat meningkatkan rasio elektrifikasi di provinsi berbasis kepulauan ini yang masih tergolong rendah.

“Rasio elektrifikasi di NTT masih tergolong rendah berkisar dari 58-60 persen sehingga kita berharap dengan kemajuhan pengembangan EBT dapat menikangkatkan rasio elektrifikasi” kata Boni.

Dia menilai pengembangan EBT di daerah tersebut masih didominasi oleh pemerintah yang juga memiliki anggaran yang terbatas, sehingga peluang investasi juga terbuka bagi para pelaku usaha swasta.

“Untuk kebutuhan lahan tidak menjadi kendala berarti karena bisa dikomunikasikan dengan masyarakat,” demikian Boni Marisin.

Baca juga : Pengelolaan Limbah B3 Rumah Sakit

Sumber Berita: industri.bisnis.com
Sumber Gambar: worldenergyrangers.com