PT PLN (Persero) masih bergantung pada bahan bakar minyak (BBM) jenis solar untuk menerangi Kepulauan Maluku dan Maluku Utara. Dari total daya listrik sebesar 200 megawatt (MW) di kedua provinsi ini, 99% di antaranya berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) yang berbahan bakar solar.
Hanya 1% atau sekitar 2 MW yang berasal dari energi terbarukan, terutama dari matahari. Kapasitas terpasang listrik di Maluku-Maluku Utara pun tergolong belum aman, karena hampir sama besarnya dengan beban puncak. Hal ini membuat PLN harus terus ‘membakar’ solar yang harganya mahal, agar Kepulauan Maluku dan Maluku Utara tak byar-pet.
“Total kapasitas terpasang kita 200 MW. 99% dari PLTD, 1% dari PLTS. Beban puncak total 186 MW. Di Ambon sendiri beban puncaknya 56 MW, sementara daya mampunya 60 MW. Jadi pas-pasan sekali,” ujar General Manager PLN Maluku-Maluku Utara, M Ikhsan Asaad, saat berbincang dengan detikFinance di Kantornya, Ambon, Rabu (26/8/2015).
Dia menambahkan, setiap bulan pihaknya harus menghabiskan Rp 200 miliar untuk solar PLTD. Dalam setahun, solar Rp 2,4 triliun ‘dibakar’ untuk melistriki Maluku-Maluku Utara. “Total setahun di Maluku dan Maluku Utara habis Rp 2,4 triliun untuk solar,” kata Ikhsan.
Biaya produksi listrik dari PLTD, sambungnya, memang amat mahal. Apalagi wilayah Maluku-Maluku Utara merupakan kepulauan yang infrastrukturnya tidak sebagus Pulau Jawa atau Pulau Sumatera, sehingga biaya distribusi solar mahal, mencapai Rp 2.000/liter. “Kami bayar Rp 2.000/liter hanya untuk distribusi BBM,” ungkapnya.
Rata-rata biaya produksi listrik dari PLTD mencapai Rp 3.600/kWh. Sedangkan sebagian besar masyarakat di Maluku-Maluku Utara hanya membayar tidak lebih dari Rp 1.000/kWh. Akibatnya, PLN sangat bergantung pada subsidi dari pemerintah untuk menutup biaya produksi listrik ini. “Rata-rata listrik PLTD Rp 3.600/kWh, sementara harga jual di bawah Rp 1.000/kWh,” ungkapnya.
Agar tak bergantung pada listrik dari BBM yang mahal, pihaknya harus mencari sumber-sumber energi lain yang lebih murah dan tersedia di Maluku-Maluku Utara. PLN pun mulai mengembangkan pembangkit listrik dari energi terbarukan, terutama Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Dari PLTS-PLTS yang tersebar di berbagai pulau di Maluku-Maluku Utara, pada 2014 lalu PLN berhasil memeroleh penghematan sebesar Rp 3 miliar karena pembangkit-pembangkit bertenaga matahari tersebut mampu menggantikan sebagian kecil PLTD.
“Kami harus cari energi murah. Tahun 2014 kita dapat penghematan Rp 3 miliar dari PLTS saja. Total kapasitas PLTS (di Maluku-Maluku Utara) 1,8 MW,” Ikhsan menjelaskan.
Sebagai informasi, saat ini rasio elektrifikasi di Maluku-Maluku Utara masih baru 75%. Dengan adanya pembangunan listrik di pulau-pulau terluar dan perbatasan, rasio elektifikasi tahun ini bisa mencapai 80%. Ditargetkan tahun 2019 rasio elektrifikasi dapat mencapai 100 persen atau dengan kata lain seluruh Maluku-Maluku Utara sudah teraliri listrik.
Sumber : detik.com