Solusi Krisis Energi dengan Sustainable Development

Krisis energi adalah kekurangan (atau peningkatan harga) dalam persediaan sumber daya energi ke ekonomi. Krisis ini biasanya menunjuk ke kekurangan minyak bumi, listrik, atau sumber daya alam lainnya. Krisis ini memiliki akibat pada ekonomi, dengan banyak resesi disebabkan oleh krisis energi dalam beberapa bentuk. Terutama, kenaikan biaya produksi listrik, yang menyebabkan naiknya biaya produksi. Bagi para konsumen, harga BBM untuk mobil dan kendaraan lainnya meningkat, menyebabkan pengurangan keyakinan dan pengeluaran konsumen.
Dalam sebuah ekonomi pasar harga persediaan energi, seperti minyak, gas atau listrik didorong oleh prinsip persediaan dan permintaan yang dapat menyebabkan perubahan mendadak dalam harga energi ketika persediaan atau permintaan berubah. Namun dalam beberapa kasus energi krisis disebabkan oleh kegagalan pasar untuk menyesuaikan harga-harga dalam menjawab kepada kekurangan energi tersebut. Dalam kasus lainnya, krisis dapat disebabkan oleh berkurangnya pasar bebas. Beberapa ekonomis mengemukakan bahwa krisis energi 1973 diperburuk oleh pengaturan harga.
Krisis energi benar-benar menghantui negeri ini. Kelangkaan BBM sudah menjadi hal lumrah, pemadaman listrik sudah menjadi jadwal biasa. Bisa dibayangkan bila cita-cita kemerdekaan dalam bentuk memajukan kesejahteraan umum menuju masayarakat adil-makmur harus terkendala akibat kurangnya kemampuan listrik negara dalam memenuhi permintaan dan kebutuhan listrik.

Di beberapa daerah sudah terjadi pemadaman bergilir tanpa pemberitahuan. Beberapa fasilitas umum terpaksa harus dihentikan aktivitasnya akibat listrik mati. Bahkan proses belajar-mengajar pun harus terganggu akibat pemadaman listrik. Itu hanya beberapa contoh fakta bahwa Indonesia sedang mengalami krisis energy yang lebih disebabkan kesalahan bangsa kita sendiri.

Paling tidak, ada tiga faktor yang menyebabkan bangsa Indonesia mengalami krisis energi. Pertama, manajemen dan tata kelola sumber daya energi yang belum tepat. Hal ini lebih menyoroti kinerja pemerintah atau swasta di bidang energi yang masih membangun perangkat-perangkat sumber daya energi tanpa memperhatikan geostrategi Indonesia. Semua hanya berdasarkan permintaan pasar atau komersialisasi, serta keuntungan pribadi yang nantinya rakyatlah penerima akibat dari hal tersebut.

Kedua, kurangnya perhatian pemerintah untuk mengembangkan sumber energi terbarukan (renewable energy). Sampai saat ini, Indonesia masih saja mengandalkan energi minyak bumi dan gas. Padahal ketersediaan dan produksinya berkurang terus menerus.

Ketiga, kesalahan dari kebijakan yang dibuat pemerintah. UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas telah menegaskan, negara melepaskan tanggung jawabnya dalam pengelolaan sumber daya ini. Negara hanya berfungsi sebagai regulator dari pihak yang hanya mencari keuntungan semata, khususnya perusahaan asing. Hal ini tidak sesuai dengan pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang mengatur, “Bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
Optimalisasi Energi Terbarukan

Krisis energi yang terjadi saat ini perlu segera ditangani secara serius oleh berbagai pihak di Indonesia. Langkah nyata yang bisa ditempuh, melakukan efisiensi energi khususnya untuk konsumsi BBM serta listrik. Tugas besar tersebut berada di tangan pemerintah. Sebagai regulator, pemerintah memiliki kewenangan besar untuk mengatur dan mengendalikan konsumsi energi secara nasional khususnya untuk mengeluarkan kebijakan dalam hal efisiensi energi.

Selain itu, secara geografis Indonesia memiliki banyak sekali sumber energi terbarukan seperti energi sel surya, panas bumi, angin, gelombang laut, air sungai dan lainnya. Optimalisasi sumber energi terbarukan ini sudah sepatutnya menjadi perhatian lebih pemerintah. Hal ini bisa menjadi solusi dari permasalahan krisis energi yang dialami bangsa Indonesia.

Optimalisasi juga seharusnya didukung peningkatan kualitas SDM serta kebijakan pemerintah, jika memang ingin serius mengatasi masalah krisis energi ini. Sudah seharusnya pemerintah memperhatikan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) demi menciptakan ketahanan dan kemandirian energi nasional.

Peran pemerintah adalah yang utama, karena masalah energi masuk ranah politik. Jadi, pemerintah yang mengeluarkan kebijakan energi nasional. Sama seperti pengalihan pengunaan bahan bakar minyak tanah ke bahan bakar gas, pemerintah juga harus segera bertindak dengan strategi yang mumpuni. Bila pemerintah bertindak lambat, maka krisis energi 20 tahun mendatang akan menjadi mimpi buruk. Tanpa kebijakan cepat dan tangkas dari pemerintah ketersediaan energi terbarukan yang murah hanyalah angan-angan alias apa yang sebut disebut energi lorong mimpi dan energi jenis ini jelas tidak pernah ada.

Persoalan energi memang terlalu naif jika hanya diserahkan kepada suatu kementerian atau organisasi tertentu, sebab energi dibutuhkan semua orang untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Namun, terkadang masyarakat juga kurang sadar bahwa kita sedang melakukan pemborosan energi sehingga berdampak mubazir, sementara di beberapa daerah kekurangan pasokan energi.

Maka, di tengah bangsa yang serba krisis baik krisis ekonomi, pangan, energi, bahkan krisis moral, partisipasi masyarakat sangat diperlukan. Makna demokrasi yang sebenarnya harus benar-benar diterapkan. Bukan hanya soal “meminta jatah” dan menuntut pembuat kebijakan, tetapi juga harus berpartisipasi aktif dalam upaya-upaya pembangunan terutama untuk menyelamatkan negara ini dari krisis energi.
Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Krisis_energi
http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2013/11/12/61290/dihantui_krisis_energi/#.U69Rz_mSynw

Rate this post