Konsistensi pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Penurunan Gas Rumah Kaca bisa menjadi modal dasar Indonesia dalam mempersiapkan rencana kontribusi pengurangan emisi (Intended Nationally Determined Contributions/INDC) untuk pertemuan iklim di Paris bulan Desember mendatang.
“Konsultasi penyusunan INDC sedang berjalan, dilakukan Bappenas melibatkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta kementerian lain,” kata staf ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Arief Yuwono di Jakarta.
Arif mengatakan, pemerintah akan menghubungkan INDC dengan suatu komitmen yang nantinya menjadi kewajiban sehingga akan disusun secara cermat. Strategi dan program pengurangan emisi, ia mengatakan, harus bisa mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus menjaga lingkungan.
Menurut dirinya, saat ini pemerintah belum memutuskan sektor-sektor yang ditargetkan menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK). “Kita pelajari dulu semua saja, itu juga pilihan, sehingga kalau satu sektor yang menjadi fokus mereduksi GRK dengan target tertentu tidak akan menggangu sektor lain nantinya,” ujarnya.
Bagaimana pun, ia mengatakan, Indonesia masih berpikir tentang pertumbuhan ekonomi dan tetap tidak akan mengesampingkan kepentingan nasional meski nanti ada kesepakatan multilateral.
Indonesia, menurut Arief, akan tetap melanjutkan upaya-upaya dalam Rencana Aksi Nasional Penurunan Gas Rumah Kaca (RAN-GRK). “Misalnya RAN-GRK, sudah ada capaiannya, dan kita sudah berpengalaman di sana. Kita sudah bicara mengurangi emisi di lima sektor dan juga sudah diturunkan di daerah,” katanya.
Dorongan pelaksanaan RAN-GRK di daerah, menurut dia, sudah cukup kuat dengan penerbitan Peraturan Pemerintah No.61/2011 tentang RAN-GRK.
Semua pedoman perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi untuk memenuhi komitmen Indonesia menurunkan gas rumah kaca sampai 26 persen secara sukarela dan 41 persen dengan bantuan pihak lain pada 2020 tercantum di sana.
“Secara langsung dan tidak langsung ini berpengaruh pada inisiatif lokal, misalnya terbentuknya 412 kampung iklim dan segala upaya penurunan emisi yang dilakukan swasta dan lembaga swadaya masyarakat,” ujar dia.
Arief menjelaskan, jika bicara upaya pencapaian target penurunan gas rumah kaca yang pada 2014 sudah mencapai lebih dari 13 persen maka yang harus terus dilakukan adalah edukasi, promosi, dan kampanye yang mendorong semua pihak sadar bahwa ada insentif positif saat berbicara soal lingkungan.
Menurut Arief, Indonesia tidak perlu khawatir menghadapi Pertemuan Para Pihak ke-21 di Paris. Indonesia, lanjut dia, hanya perlu menjaga konsistensi dalam menjalankan rencana pengurangan emisi karena inisiatif Indonesia tidak kalah dengan negara lain.
“Yang penting edukasinya, RAN-GRK jangan sampai diubah lagi. Ibarat membangun rumah belum selesai terus lihat tetangga juga bangun rumah bagus kita jangan langsung ikut-ikutan karena belum tentu itu cocok untuk kita,” katanya.
Sumber : energitoday.com