“Earth Hour” merupakan acara tahunan yang diprakarsai oleh World Wildlife Fund untuk meningkatkan kesadaran tentang perubahan iklim.
Menara Eiffel di Paris, Empire State Building di New York, Hiroshima Peace Memorial di Jepang dan Istana Buckingham dan Tower Bridge di Inggris adalah tempat-tempat yang mematikan lampu selama satu jam. Rumah-rumah pribadi juga berpartisipasi dalam peristiwa ini.
Penyelenggara memperkirakan ratusan juta orang di 150 negara mematikan lampu untuk menunjukkan dukungan bagi planet Bumi. Setiap tahun “Earth Hour” mengalami peningkatan partisipasi sejak dimulai di Sydney, Australia, tahun 2007.
Peringatan Earth Hour di Indonesia
Sementara itu, peringatan “Earth Hour” di tanah air tahun ini dipusatkan di Monumen Proklamasi di Jakarta, Sabtu (23/3). Jika tahun- tahun sebelumnya identik dengan kegiatan mematikan lampu selama satu jam, tahun ini kampanye “Earth Hour” bertajuk “Ini Aksiku, Mana Aksimu”, menyuarakan imbauan hemat energi dengan mematikan lampu lebih dari satu jam.
Direktur Program Iklim dan Energi WWF Indonesia, Nyoman Iswarayoga berpendapat mulai dari hal sehari-hari dan mudah dilakukan, masyarakat dapat berkontribusi menjaga lingkungan.
“Earth hour itu adalah kampanye untuk mengurangi laju dampak pemanasan global dan perubahan iklim, kita ingin menunjukkan bahwa mudah lho kalau kita mau berkontribusi di dunia ini hanya dengan menghemat listrik. Dengan berhemat itu semakin sedikit bahan bakar yang dibakar, semakin sedikit emisi karbondioksida sebagai salah satu gas rumah kaca penyebab pemanasan global. Mudah, kalau kita lakukan bersama-sama dampaknya besar bagi perbaikan lingkungan kita, mulai dari satu jam itu lanjutkan sebagai gaya hidup,” kata Nyoman Iswarayoga.
Menurut Nyoman Iswarayoga, kepedulian masyarakat di Indonesia terhadap lingkungsn semakin meningkat. WWF ditegaskannya optimistis jika masyarakat peduli lingkungan, akan berdampak positif terhadap elemen lain diantaranya kalangan pengusaha.
Salah satu sudut peringatan
Salah satu sudut peringatan “Earth Hour” di Jakarta, 23 Maret 2013.
“Kepedulian mulai meningkat tapi bersama-sama kita mengkonversi kepedulian itu menjadi aksi, pesannya ‘ayo dong mulai dari diri kita sendiri, tularkan kepada orang lain’. Kompleksnya begini, bisnis merespon kebutuhan kita sebagai konsumen. Kalau kita bilang ‘Mulai besok saya nggak mau beli kemasan plastik yang nggak bisa dipakai ulang. Kalo nggak gue ke toko sebelah nih,’ pasti mereka berubah. Jadi kita dari sisi permintaan punya kekuatan untuk merubah pola penyediaan kebutuhan kita,” ungkap Nyoman.
Nyoman Iswarayoga menilai kepedulian pemerintah terhadap lingkungan juga semakin nyata diantaranya melalui kebijakan hemat energi. “Kalau kita mau betul-betul teliti ya, instrumen kebijakan yang sudah ada, sudah banyak mensosialisasikan gaya hidup ramah lingkungan. Kalau kita percaya dan merasakan sendiri sudah terjadi perubahan yang merugikan kita, tidak ada waktu lagi untuk menunggu untuk mulai berbuat dan berubah,” tambahnya.
Relawan pemerhati lingkungan, Nining menjelaskan keterlibatannya dalam acara “Earth Hour” tahun ini untuk memaparkan kepada masyarakat tentang upaya menyelamatkan lingkungan harus datang dari diri sendiri terlebih dahulu. “Sebenarnya aksinya nggak cuma matikan lampu, aksi-aksi lain untuk yang kontennya save earth itu banyak. Yang paling sederhana meminimalisir menggunakan tissue, mengurangi sampah plastik, botol plastik,” kata Nining.
Sementara relawan Fifi menjelaskan, keterlibatannya untuk kampanye menyelamatan lingkungan melalui Hutan Borneo. Menurutnya sebagai salah satu paru-paru dunia, hutan Bornoe wajib dijaga oleh masyarakat Indonesia maupun masyarakat dari negara-negara lain.
“Harusnya beruntung punya Borneo, jadi kita harus benar-benar menjaga yang ada di dalamnya seperti keanekaragaman baik hewan maupun tumbuhan, sebisa mungkin kita harus bisa menjaga hutan Borneo karena itu aset besar,” jelas Fifi.
sumber : voaindonesia.com