Penyaluran Subsidi Energi Naik 50%, Sudah Sejauh Mana Peran Kita dalam Menghemat Energi?

Artikel, Energy

Penyaluran Subsidi Energi Naik 50%, Sudah Sejauh Mana Peran Kita dalam Menghemat Energi?

Tahun 2018 penyaluran subsidi energi naik signifikan dibandingkan dengan tahun 2017. Kenaikan tersebut tercatat mencapai 341,8 triliun tertinggi sejak 2015, sedangkan tahun 2017 tercatat hanya 153,5 triliun.

Ignasius Jonan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan subsidi energi 2018 terdiri dari Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Liqufied Petroleum Gas (LPG) sebesar Rp 97 triliun dan listrik Rp 56,5 triliun. Total subsidi energi 2018 mencapai Rp 153,5 triliun, naik hampir 50% dari realisasi 2017.

Berdasarkan catatan BPH Migas, verifikasi sampai Desember 2018 serapan BBM Solar mencapai 15,545 juta KL atau 99,52% dari kuota sebesar 15,620 juta KL. Pada 2017, penyaluran Solar hanya 14 juta KL.

Data (www.dunia-energi.com) tersebut menjadi catatan penting bagi seluruh masyarakat dunia agar mampu menjadi garda terdepan dalam melakukan penghematan energi. Selama dua abad terakhir, kebutuhan energi telah meroket secara drastis, terutama di sektor transportasi dan industri. Sementara, cadangan bahan bakar dan minyak terbatas.

Krisis energi berasal dari perkiraan akhir siklus minyak, gas, dan batubara, serta adanya peningkatan gas rumah kaca (GHG) yang cukup besar.

Dalam beberapa tahun terakhir, banyak ilmuwan membuka suara untuk memperingatkan tentang perubahan iklim, terutama disebabkan oleh pembakaran minyak dan batubara untuk menghasilkan energi.

Ketika konsumsi energi global meningkat, kita akan dihadapi dengan kekurangan bahan bakar minyak dalam beberapa dekade mendatang. Oleh karena itu, ketersediaan cadangan menjadi fokus penting bagi masyarakat dunia. Krisis energi disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

  • Kelebihan populasi (overpopulation)

Data-data ini harus dimasukkan ke dalam perspektif karena didasarkan pada konsumsi saat ini, sementara secara jelas kelebihan populasi dapat meningkat secara signifikan. Tuntutan energi saat ini akan terus diperkuat oleh faktor demografis yaitu populasi dunia akan mencapai hampir 10 miliar orang pada tahun 2050 serta adanya ledakan ekonomi di daerah yang berkembang. Menurut International Energy Agency (IEA), permintaan energi global dapat meningkat lebih dari 50% pada tahun 2030 jika tidak adanya kebijakan publik di bidang ini.

  • Infrastruktur yang buruk (Aging Infrastructure)

Alasan lain terjadinya kekurangan energi dan kelangkaan adalah infrastruktur yang buruk dari peralatan pembangkit listrik. Sebagian besar perusahaan penghasil energi terus menggunakan peralatan lama yang dapat menghambat produksi energi. Kebutuhan untuk meningkatkan infrastruktur dan menetapkan standar kinerja yang tinggi menjadi sangat penting.

  • Sampah energi (energy waste)

Sampah energi ini berasal dari penggunaan sumber daya energi yang tidak perlu, sebut saja limbah. Limbah menggambarkan pemborosan sumber energi, khususnya bahan bakar dan listrik. Akibatnya, pengurangan limbah adalah sumber penghematan energi yang sangat besar, yang membutuhkan tindakan baik pada tingkat individu maupun kolektif (organisasi).

Tentunya krisis energi ini akan berdampak pada terhambatnya produksi dalam negeri yang lebih lanjut dan akan berpengaruh pada terhambatnya pertumbuhan perekonomian negara yang bersangkutan.

Misal saja sektor lingkungan, penggunaan besar-besaran sumber energi tradisional akan mengarahkan pada peningkatan emisi gas rumah kaca seperti karbon dioksida (CO2). Hal tersebut tentunya mengakibatkan pemanasan global dan merusak lingkungan serta keanekaragaman hayati. Oleh karena itu, krisis energi terkait erat dengan krisis lingkungan.

Sektor lain yang dapat terkena dapak dari keamanan energi adalah sektor ekonomi dan politik sosial, mengingat keamanan energi adalah salah satu perhatian utama bagi ā€œpusat perekonomianā€ di planet bumi ini, bahkan, energi dapat mengondisikan kemungkinan lonjakan pertumbuhan. Dengan demikian, krisis energi dapat memiliki dampak pada ekonomi global. Selain itu, ketika pasar energi mengalami kegagalan, maka kekurangan pasokan energi akan meningkat. Kekurangan energi dan faktor ekonomi inilah yang dapat menciptakan masalah sosial-politik.

Nah, dari penjabaran diatas mengenai penyebab dan dampak dari krisis energi, tentu saja selalu ada solusi untuk menghemat atau mengurangi pemakaian energi di planet bumi kita ini. Berikut solusi untuk menghemat pemakaian energi:

  1. Transisi energi ke sumber energi terbarukan

Tidak seperti bahan bakar fosil, kita bisa menggunakan beberapa sumber energi terbarukan, dan tidak mengeluarkan gas rumah kaca. Solusi energi alternatif yang bersih dan berkelanjutan ini meliputi energi matahari, tenaga air, energi angin, energi panas bumi, dan energi biomassa. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai energi terbarukan bisa dilihat disini.

  1. Efisiensi dan konservasi energi

Untuk mencegah krisis energi, sangat penting bagi kita untuk mengonsumsi lebih sedikit energi dengan meningkatkan dan memodernisasi infrastruktur energi seperti smart grid solutions, dan smart cities. Penting juga bahwa kita mengganti perangkat lama dengan solusi hemat energi, seperti mengganti bola lampu tradisional dengan LED.

Hemat energi sangatlah dibutuhkan dalam rangka menunjang kelangsungan hidup manusia karena tanpa adanya energi maka segala macam kegiatan manusia akan terhambat. Manusia tidak akan bisa bertahan hidup tanpa adanya energi karena energi memberikan peran yang sangat penting dalam kehidupan.

Diharapkan seluruh masyarakat dunia dapat berpartisipasi dalam menggalakkan hemat energi, tidak hanya itu, hemat energi dapat menjadi gaya hidup yang dapat diterapkan diseluruh aspek kehidupan kita. Jadi, sudah sejauh mana peran kita dalam menghemat energi?

www.dunia-energi.com

www.solarimpulse.com

 

 

 

Rate this post