Pencemaran minyak bumi (crude oil)
Oleh : Prasetyo Handrianto, S.Si.
(Email: [email protected])
Pencemaran minyak bumi (crude oil) dapat terjadi di udara, tanah dan air. Pencemaran minyak bumi pada tanah dianggap sebagai kontaminan yang dapat mengurangi produktifitas tanah. Kecemasan bahwa pencemaran ini akan menjadi masalah di masa yang akan datang adalah hal yanag sangat beralasan mengingat bentuk,sifat dan jumlahnya semakin besar/luas serta terus mengalami peningkatan.
Kontaminan dalam tanah adalah bahan kimia yang dapat diakibatkan oleh kegiatan manusia. Kontaminan dapat masuk ketanah secara sengaja dan tidak disengaja. Kesengajaan seperti aplikasi pestisida, kegiatan pengeboran minyak bumi baik secara modern maupun tradisional, serta contoh tidak sengajaan seperti tumpahan minyak karena kecelakaan, kebocoran dll.
Kontaminan tanah juga disebut sebgai limbah berbahaya atau pencemar (pollutant) tanah, terdiri atas berbagai macam bahan kimia (Alexander, 1994 dalam Hairiah, 2009) termasuk :
Larutan mengandung klor, sepeti triklorotilena (TCE) dan tetracloroetilena (PCE)
Bahan peledak, seperti 2,4,6-trinitrotoluena (TNT)
Logam seperti kromium dan timbal
Radionukleida seperti plutonium
Pestisida, seperti atrazin, benlat dan mathion.
BTEX (benzene, toluene, ethyl benzene, xylema)
PAH (polycyclic aromatic hydrocarbon) seperti kreosol.
PCB (polychlorinated biphenyl), seperti campuran aroclor
Limbah berbahaya adalah limbah yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: korosif, mudah terbakar, reaktif, “leachate” beracun, dan mudah menular (limbah rimah sakit). Limbah atau tumpahan minyak bumi menjadi masalah pencemaran sebab limbah ini digolongkan menjadi limbah berbahaya dan beracun.
Pemenuhan kebutuhan secara global menuntut manusia untuk melakukan pembangunan-pembangunan yang dalam pelaksanaan operasionalnya memerlukan memerlukan energy sebagai bahan penggerak. Pembangunan secara tidak langsug memerlukan penggunaan sumberdaya alam seperti minyak bumi. Sampai saat ini minyak bumi merupakan sumber bahan bakar yang belum tergantikan oleh bahan lain. Bila dalam penggunaanya tidak dilakukan dengan bijaksana dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan maka tidak dapat dipungkiri akan menimbulkan permasalahan lingkungan hidup (pencemaran). Pencemaran akan mengakibatkan ketidak seimbangan dan bila terjadi terus menerus dapat membahayakan kehidupan baik manusia, tumbuhan maupum hewan di alam ini.
Dalam proses penambangan minyak bumi tentunya akan ada limbah-limbah yang di hasilkan.
Limbah lumpur minyak bumi merupakan produk yang tidak mungkin dihindari oleh setiap perusahaan pertambangan minyak bumi dan menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan (Sumastri, 2005). Sebab lumpur limbah minyak bumi mempunyai komponen hidrokarbon atau Total petroleum Hydrocarbon (TPH) yaitu senyawa organik yang terdiri atas hidrogen dan karbon contohnya benzene, toluene, ethylbenzena dan isomer xylema.
Total petroleum Hydrocarbon (TPH) ialah merupakan pengukuran konsentrasi pencemar hidrokarbon minyak bumi dalam tanah atau serta seluruh pencemar hidrokarbon minyak dalam suatu sampel tanah yang sering dinyatakan dalam satuan mg hidrokarbon/kg tanah (Nugroho, 2006).
Lumpur minyak bumi termasuk limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), jika mengacu pada PP no. 85 tahun 1999 tentang limbah B3. Dalam peraturan tersebut ditegaskan bahwa setiap produsen yang menghasilkan limbah B3 hanya diizinkan menyimpan limbah tersebut paling lama 90 hari sebelum diolah dan perlu pengolahan secara baik sehingga tidak mencemari lingkungan di sekitarnya. Menurut UU nomor 23 tahun 2009 tentang pengelolaan limbah B3 adalah dapat dilakukan dengan pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan .
Pencemaran minyak bumi di tanah merupakan ancaman yang serius bagi kesehatan manusia. Minyak bumi yang mencemari tanah dapat mencapai lokasi air tanah, danau atau sumber air yang menyediakan air bagi kebutuhan domestik maupun industri sehingga menjadi masalah serius bagi daerah yang mengandalkan air tanah sebagai sumber utama kebutuhan air bersih atau air minum. Pencemaran minyak bumi, meskipun dengan konsentrasi hidrokarbon yang sangat rendah sangat mempengaruhi bau dan rasa air tanah (Atalas dan Bartha 1997 dalam Nugroho, 2006).
Limbah harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang jika mengandung bahan pencemar yang mengakibatkan rusaknya lingkungan, atau paling tidak berpotensi menciptakan pencemaran. Dalam suatu proses pengolahan limbah, harus dibuat perkiraan terlebih dahulu dengan mengidentifikasi sumber pencemaran, fungsi dan jenis bahan, sistem pengolahan kualitas dan jenis buangan, serta fungsi B3. Dengan mengacu pada prakiraan tersebut, maka dibuat program pengendalian dan penanggulangan pencemaran mengingat limbah, baik dalam jumlah besar maupun kecil, dalam jangka panjang ataupun pendek akan mengakibatkan terjadinya perubahan pada lingkungan (Kristanto, 2002).
Tambang Minyak Bumi dan Gas Alam yang dikelola secara tradisional/tambang rakyat di Kabupaten Bojonegoro yang berada di wilayah kecamatan Kadewan terdapat 74 unit sumur yang meliputi desa Wonocolo 44 sumur dengan kapasitas produksi 25.771 liter/hari, desa Hargomulyo 18 sumur dengan kapasitas produksi 12.771 liter/hari dan desa Beji 12 sumur dengan kapasitas produksi 8.249 liter/hari. Pada setiap kegiatan penambangan di sumur bor (cutting) tersebut, terdapat tumpahan minyak pada lahan sekitar akibat proses pengangkutan minyak, baik melalui pipa, alat angkut, maupun ceceran akibat proses pemindahan (Nugroho, 2006).
Pada tanah yang tercemar minyak bumi, contoh saja di daerah pertambangan Bojonegoro jika di analisis kandungan nutien, mengandung unsur makro untuk karbon (C) 8,53% (sedang), Nitrogen (N) 0,20% (rendah), Fosfor (P) 0,01% (sangat rendah), Kalium (K) 0,22 % (sedang) dan kadar TPH yaitu 41.200 mg/kg. Dari hasil analisis ini, tanah tidak baik untuk pertumbuhan tanaman dan pertanian karena hara N tergolong rendah dan senyawa hidrokarbon tergolong tinggi.
Salah satu upaya secara biologis untuk mengatasi tanah tercemar hidrokarbon adalah dengan melakukan bioremediasi. Bioremediasi merupakan alternatif yang dilakukan dimana tanah yang tercemar dibersihkan dengan memanfaatkan kemampuan mikroorganisme untuk mendegradasi kontaminan yang bersifat ramah terhadap lingkungan karena tanah yang sudah tercemar umumnya tidak dapat ditanami (Nugroho, 2006).
DAFTAR PUSTAKA
Atlas, R dan M.R. Barta.1997. Microbiology Ecology Fundamental and Aplication. Massachutes: Addition Weslwy Publishing.
Kristianto, P. 2002. Ekologi Industri. Jakarta: Penerbit Andi
Munawar dkk. 2005. Bioremediasi Tumpahan Minyak Mentah Dengan Metode Biostimulasi Di Lingkungan Pantai Surabaya Timur. Surabaya.
Diaksesdari: http://journal.discoveryindonesia.com/index.php/hayati/article/viewFile/105/132.
Nugroho, A. 2003. Bioremidiasi Hidrokarbon Minyak Bumi. Jakarta: Bumi Aksara
Sumastri. 2002. Bioremediasi Lumpur Minyak Bumi Secara Pengomposan Menggunakan Kultur Bakteri Hasil Seleksi. Bandung.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Waluyo, L. 2005. Mikrobiologi Lingkungan. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.
http://sainsjournal-fst11.web.unair.ac.id/artikel_detail-38716-PENCEMARAN%20LINGKUNGAN-Pencemaran%20minyak%20bumi%20(crude%20oil).html