Menghadirkan Cahaya di Kayong Utara

Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat, masih mengalami krisis listrik. Itu juga terjadi secara umum di 14 kabupaten/kota di Kalbar. Tidak heran jika pemadaman bergilir kerap kali terjadi. Bahkan, hampir setiap hari. Jangankan untuk keperluan industri, untuk penerangan rumah tangga saja jauh dari memadai. Hal itulah yang menggugah Miswan Edy Susanto atau yang akrab disapa Poltak membuat listrik bertenaga air (mikrohidro).

Pada tahun 2000-an, Miswan sekeluarga dan tetangganya kesulitan mendapatkan penerangan. “Itu terjadi, misalnya, saat masyarakat sedang beribadah, khususnya ketika shalat, listrik tiba-tiba padam. Pada bulan Ramadhan saat sahur juga tak jarang listrik padam. Ini membuat suasana menjadi tidak enak. Belum lagi banyaknya alat elektronik yang rusak karena listrik yang kerap padam dan menyala,” tuturnya.

Anak-anak yang mau belajar pada malam hari juga kesulitan penerangan. Melihat kondisi seperti itu, Miswan berpikir bahwa keterbatasan penerangan itu berdampak pada berbagai aspek kehidupan masyarakat. “Mulai dari pendidikan sampai sektor usaha yang memerlukan energi menjadi tak bisa berkembang,” kata Miswan.

Miswan melihat pemerintah pun tidak punya terobosan untuk mengatasi permasalahan krisis energi di daerah itu. Miswan, yang hanya tamat sekolah dasar itu, mulai berpikir untuk mencari solusi krisis energi ini. Salah satunya dengan mencoba memanfaatkan mikrohidro.

Bukan ketenaran yang dicari, melainkan paling tidak upayanya ini untuk sedikit meringankan masalah yang dihadapi masyarakat. Meski hanya tamatan SD, Miswan ternyata mempunyai bakat dalam bidang kelistrikan. Ia bekerja sebagai wiraswastawan dalam bidang mekanik mobil sehingga kesehariannya bergelut dengan kelistrikan.

Miswan pun akhirnya mulai mencoba membuat mikrohidro. Pilihan itu diambil karena di Kalimantan Barat banyak terdapat sungai sehingga mendapat julukan “Negeri Seribu Sungai”. Bahkan, di Kalbar, terdapat sumber air yang deras, dan bisa dimanfaatkan untuk sumber energi mikrohidro pemutar dinamo.

Pilihan pun ia jatuhkan pada sumber air di Kayong Utara, tepatnya di Sukadana, ibu kota kabupaten tersebut. Ia pun mengajak beberapa rekannya untuk membuat mikrohidro.

Uji coba mikrohidro buatannya itu pertama ia pergunakan dahulu untuk penerangan di rumahnya. Setelah berhasil, mikrohidro buatannya itu mulai dipergunakan untuk menerangi desa di daerah itu.

“Pertama kali di Desa Pampang Harapan memanfaatkan aliran sungai yang ada. Di situ ada sekitar 10 kepala keluarga,” katanya. Kapasitasnya saat itu sekitar 5 kilowatt.

Seiring waktu, kiprah Miswan di Kayong Utara ternyata diketahui oleh masyarakat lainnya dari mulut ke mulut. Akhirnya tak hanya di Kayong Utara, ia juga diminta masyarakat di Kabupten Kubu Raya untuk membuat mikrohidro. Ada puluhan kepala keluarga yang memanfaatkan mikrohi-dro tersebut. Kapasitasnya sekitar 15 kilowatt. Setiap bulan selalu ada penambahan jumlah warga yang minta disambungkan dengan listrik mikrohidro.

Dalam mewujudkan hal itu, Miswan menghadapi kendala keterbatasan biaya. Meskipun memiliki sumber air, ia perlu merangkai dinamo. Akhirnya, Miswan menggunakan peralatan elektronik bekas yang ada di bengkelnya. Dengan keuletan dan ketekunan, Miswan akhirnya berhasil membuat dinamo yang akan dipasang di sumber air untuk mikrohidro.

Kendala lain yang dihadapi adalah keberlanjutan pemeliharaan mikrohidro yang sudah dipasang. Masyarakat masih ada yang berpikir setiap kegiatan seperti itu selalu diasumsikan sebagai sebuah proyek. Padahal, tidak demikian. Dengan pola pikir masyarakat yang selalu mengasumsikan proyek, mereka mau merawat mikrohidro kalau ada upah.

“Padahal, mikrohidro itu mereka juga yang menikmati manfaatnya,” kata Miswan.

Dengan kondisi seperti itu, Miswan sendiri yang kerap kali turun tangan memeliharanya. Terkadang, ada beberapa relawan yang tergerak membantu Miswan memelihara saluran mikrohidro. Bahkan, relawan itu bersedia belajar cara memelihara mikro-hidro tersebut. Namun, jumlah relawan yang memiliki kesadaran turut merawat mikrohidro itu tidak banyak.

Selain itu, inisiatif Miswan tersebut belum direspons pemerintah setempat. Padahal, Miswan telah berulang kali meminta bantuan agar kapasitas pembangkit mikrohidro itu bisa ditingkatkan lebih besar lagi sehingga masyarakat yang dapat memanfaatkannya pun bisa semakin luas pula.

Berkat dedikasinya itu, Miswan mendapatkan berbagai penghargaan, baik di daerah maupun di tingkat nasional. Salah satunya dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Miswan selain dianggap membantu masyarakat untuk memenuhi kebutuhan penerangan, ia juga mengembangkan energi hijau yang ramah lingkungan.

Ia pun kerap kali diundang ke berbagai seminar di beberapa wilayah Indonesia terkait energi. Miswan menjadi tempat bertanya tentang pengembangan energi alternatif.

“Saya pernah diundang di salah satu universitas di Medan, Sumatera Utara. Selain itu, pernah diundang ke Aceh untuk membimbing masyarakat membuat mikrohidro,” paparnya.

Miswan pun saat ini terus mengembangkan energi alternatif untuk masyarakat. Ia juga membuat alat khusus untuk menyimpan cadangan listrik yang ia beri nama Poltak Green Energy. Untuk mengisi cadangan energinya, perlu di-charge. Alat itu bisa tahan hingga semingu untuk menerangi satu rumah warga. Alat itu dibuat dari alat elektronik bekas yang ia perbarui.

“Sudah banyak yang memesan. Bahkan, hingga ke luar Kalbar. Mereka minta dirakitkan. Saya tidak mematok harga. Hanya membantu teman-te-man yang meminta saya membuat alat itu. Ketika mereka merasa alat itu sangat bermanfaat setelah dipakai, mereka pun membayar saya sebagai ucapan terima kasih. Itu pun hanya untuk biaya perakitan karena merakitnya perlu biaya komponen,” tuturnya.

Miswan memiliki impian suatu saat nanti akan muncul Miswan Miswan di Indonesia sehingga akan banyak energi alternatif yang bisa dibuat dengan berbagai modifikasi. Ia ingin berkontribusi untuk membuat Indonesia menjadi terang.

Sumber : print.kompas.com

Rate this post