Semakin kuatnya desakan untuk dilakukannya penguatan penundaan pemberian izin baru (moratorium) di hutan alam primer dan gambut akhirnya mendapat respon dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Menteri KLHK, Siti Nurbaya Bakar mengatakan kalau penguatan yang disiapkan, akan dilakukan pada tingkat regulasi teknis dan penerapan agar bisa langsung dikerjakan dan dilaksanakan.
“Kami sudah memiliki beberapa catatan dan masukan dari berbagai organisasi non-sipil dan akademisi dan pemerintah sepakat untuk memperkuat moratorium dengan peningkatan pengawasan dan melakukan perizinan yang lebih ketat,” ujar Siti di Gedung Manggala Wanabakti, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta, Senin (18/05).
Namun, dihubungi secara terpisah, Deputi Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim, Arief Yuwono mengaku bahwa penguatan yang akan dilakukan bukanlah mengganti Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2013 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut sesuai dengan masukan yang diinginkan oleh LSM dan Organisasi non-sipil lainnya.
“Ini tetap Inpres tetapi muatannya akan ditambah dengan mendukung implemetasinya,” tutur Arief kepada Greners.
Saat ini, lanjutnya, KLHK tengah menyiapkan dan menyusun detail dari materi-materi penguatan tersebut. Pekan depan, katanya lagi, KLHK akan mengumpulkan beberapa pihak untuk menyusun aturan di tingkat implementasi, seperti keputusan menteri. Nantinya akan ada pelibatan tim independen untuk pengawasan, evaluasi, dan verifikasi pengubahan peta moratorium (peta indikatif penundaan pemberian izin baru). “Semoga tiga bulan sudah selesai ya,” tukasnya.
Direktur Eksekutif Walhi Nasional, Abetnego Tarigan mengungkapkan hal senada. Ia mengatakan, saat ini sangat diperlukan penguatan berbasis hukum terhadap kebijakan moratorium, setidaknya dalam bentuk Perpres, agar mampu mengikat para aparatur pemerintahan di bawahnya. Ia juga meminta agar pemerintah memperpanjang periode moratorium lebih dari dua tahun dan harus berbasis capaian, dan menggunakan indikator perbaikan tata kelola hutan yang lebih terukur.
“Diperlukan sanksi hukum yang jelas agar dapat mengurangi penerbitan izin-izin pemanfaatan hutan, pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan dalam skala luas serta pinjam pakai kawasan untuk pertambangan,” ungkapnya.
Sebagai informasi, penundaan izin baru (moratorium) dimulai lewat Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut. Sepekan sebelum masa berlaku Inpres itu habis, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan Inpres No. 6/2013 yang memperpanjang moratorium selama dua tahun, hingga 13 Mei 2015.
Melihat banyaknya kasus deforestasi yang terjadi di hutan Indonesia pula, beberapa LSM merekomendasikan adanya penguatan terhadap moratorium dengan melakukan perubahan dari Inpres menjadi Perpres.
sumber : www.greeners.co