Direktur Eksekutif International Energy Agency (IEA) Maria Van der Hoeven mendorong peningkatan manajemen energi di Indonesia, terutama untuk menghadapi perubahan iklim dan pemanasan global.
“Ada tiga solusi yang harus dilakukan yaitu pemanfaatan energi terbarukan, penggunaan energi dengan lebih efisien, dan pengembangan transportasi publik yang ramah lingkungan,” katanya saat mempresentasikan tentang peran energi terhadap perubahan iklim di depan puluhan siswa dari 22 SMA unggulan di Jakarta, Rabu.
Ia menekankan bahwa seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia, harus mulai mengurangi ketergantungannya terhadap bahan bakar fosil yang menjadi sumber energi utama saat ini.
Selain itu, menurutnya, masyarakat dunia juga harus didorong untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dengan beralih ke transportasi publik untuk memperkecil kenaikan suhu bumi yang sudah mencapai empat derajat Celcius sebagai dampak dari banyaknya gas CO2 yang tidak mampu keluar dari atmosfer bumi.
“Kita harus merubah paradigma kita akan transportasi, beralih lah ke transportasi publik atau gunakan kendaraan dengan bahan bakar ramah lingkungan. Jika perlu, masyarakat kita ajarkan untuk membudayakan berjalan kaki,” katanya.
Mantan Menteri Ekonomi Belanda periode 2007-2010 itu juga menekankan pentingnya efisiensi energi terutama di bangunan-bangunan kantor publik dan pemerintahan.
“Bangunan perkantoran dan publik mengkonsumsi lebih dari 20 persen total energi di dunia, maka saya mengimbau agar penggunaan energi terutama listrik dapat dibuat seefisien mungkin,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) ESDM F.X. Sutijastoto yang turut hadir dalam acara tersebut mengatakan bahwa dalam beberapa tahun terakhir Indonesia sudah mencoba untuk mereformasi kebijakan energinya melalui konservasi energi dan pengembangan bahan bakar less-carbon secara lebih luas.
“Beberapa sumber energi yang sudah dikembangkan antara lain geothermal, PLTA, dan biofuel,” tuturnya.
Komitmen pemerintah Indonesia untuk memperbaiki manajemen energi, katanya, juga ditunjukkan dengan kebijakan realokasi subsidi BBM untuk pembangunan infrastruktur, penambahan subsidi untuk energi terbarukan, serta pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW yang diharapkan dapat menjangkau hingga ke pelosok wilayah Indonesia.
Dalam pertemuan G-20 di Pittsburgh, Amerika Serikat, pada 2009, Indonesia memberikan komitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26 persen dengan usaha sendiri dan sampai dengan 41 persen dengan dukungan internasional pada tahun 2020.
Sumber : bumn.go.id