Mulai pekan ini pemerintah Indonesia akan dapat membawa lebih dari 50 ton air sekali terbang untuk memadamkan kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Sumatera Selatan seiring dengan kedatangan bantuan pesawat dari sejumlah negara.
Sutopo Purwo Nugroho, selaku Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan pesawat bantuan Singapura dan Malaysia telah tiba.
“Pemerintah Singapura telah mengirimkan satu helikopter Chinook dengan kapasitas lima ton. Sedangkan Malaysia mengirimkan satu pesawat Bombardier 415MB dengan kapasitas enam ton,” kata Sutopo dalam konferensi pers.
Pada konferensi pers itu, hadir pula Duta Besar Australia untuk Indonesia, Paul Grigson. Menurutnya, Australia akan membantu Indonesia dengan mengirimkan pesawat yang sangat besar.
“Australia amat gembira bisa membantu Indonesia pada saat ini. Australia memahami ongkos ekonomi dan sosial kebakaran hutan dan lahan. Kami siap mengirimkan pesawat L-100 Hercules yang bisa menjatuhkan 15.000 liter air hanya dalam beberapa detik,” kata Grigson.
Berdasarkan perhitungan BNPB, gabungan kekuatan pesawat Indonesia, Singapura, Malaysia, dan pesawat L-100 Hercules dari Australia yang akan tiba pada Rabu (14/10) mendatang, akan membuat lebih dari 50 ton air terangkut sekali terbang.
Sumatera Selatan
Kekuatan tersebut akan difokuskan ke Provinsi Sumatera Selatan, sesuai dengan instruksi Presiden Joko Widodo. “Pengerahan semuanya masuk ke sana (Sumsel) karena titik api yang kita lihat memang merah sekali,” kata presiden.
Melalui pantauan satelit, dari 726 titik api di Pulau Sumatera, 613 titik di antaranya berada di Sumsel.
Sutopo mengatakan operasi pemadaman akan dikonsentrasikan di Kabupaten Ogan Komering Ilir dan Kabupaten Musi Banyuasin.
“Kedua daerah itu ialah daerah yang paling banyak memiliki titik api. Di situ adalah kawasan hutan tanaman industri dan lahan konsesi perkebunan. Pemadaman cukup sulit karena luasnya ribuan hektare, kondisinya cukup kering, dan daerahnya adalah gambut,” ujar Sutopo.
Lahan gambut
Upaya pengerahan bantuan asing untuk memadamkan api di Provinsi Sumatera Selatan yang memiliki lahan gambut seluas lebih dari satu juta hektare diapresiasi Yuyun Indradi, juru kampanye hutan lembaga lingkungan hidup Greenpeace.
Namun, menurut Yuyun, karakteristik lahan gambut di Sumsel membuat pengeboman air akan tidak efektif.
“Rata-rata lahan gambut di sepanjang pantai timur Sumatera sudah diberikan hak konsesinya kepada banyak pengusaha. Para pengusaha kemudian membuat kanal-kanal untuk mengeringkan lahan gambut. Karena kanal-kanal di lahan gambut itu tidak dibuat sekat, diguyur berapa pun airnya akan mengalir keluar lagi dari gambut. Akhirnya yang basah hanya di permukaan, sementara di bawahnya masih membara,” kata Yuyun
Kala itu, belasan petugas Manggala Agni dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup bahu-membahu menyemprotkan air dari kanal-kanal di sekitar lahan dengan menggunakan mesin pompa.
Walau air yang disemprotkan telah merendam tanah sehingga tanah seperti bubur, asap masih mengepul.
Muhammad, salah seorang petugas, mengaku dia dan rekan-rekannya memerlukan empat jam untuk memadamkan api di lahan seluas 10 meter per segi.
Tidak efektif
Karena itu, Yuyun Indradi dari Greenpeace menyarankan agar Presiden Joko Widodo meneruskan komitmen pembangunan sekat-sekat kanal sewaktu berkunjung ke Sungai Tohor, Kabupaten Kepualauan Meranti, Riau pada November 2014 lalu.
“Pembangunan sekat kanal itulah yang harus diupayakan lebih serius. Kalau itu tidak dibuat, bantuan sebesar apapun, pesawat sebanyak apapun untuk memadamkan, akan tidak efektif,” kata Yuyun.
Berdasarkan data lembaga Wetlands International, luas lahan gambut di Indonesia diperkirakan 20,6 juta hektare atau sekitar 10,8% dari luas daratan Indonesia. Dari luasan tersebut sekitar 7,2 juta hektare atau 35%-nya terdapat di Pulau Sumatera.
sumber : http://www.bbc.com/indonesia